Langsung ke konten utama

A Memory About Ribbon



A
nna menghempaskan tubuhnya di sofa apartemennya. Badannya terasa sangat lelah setelah seharian ini kuliah dan juga kerja sambilan di salah satu perusahaan advertising. Anna ditugaskan untuk menjadi asisten executive advertiser bernama Satrio, laki-laki berusia empat puluh dua tahun yang menurut Anna sangat cerewet, tapi Anna bertahan sampai sekarang karena dia ingin menimba ilmu padanya. Ponselnya berdering, setelah cukup lama mengacuhkan deringan panggilan, Anna menjawab teleponnya.

”Ada apa, Kak?” tanyanya tenang saat melihat layar ponselnya bertuliskan Kak Avian, kakak tirinya, anak bawaan dari wanita yang dinikahi ayahnya.

”Aku ingin mengajakmu makan malam besok, apa kau bisa?” tanya Avian. Anna tahu kalau sikapnya kakak tirinya itu bukan sekedar sikap antara kakak dengan adiknya. Avian menyukainya. Beberapa waktu setelah mereka menjadi saudara Avian mengatakan kalau dia menyukai Anna. Tapi Anna tidak pernah membalas apa-apa, baginya punya kakak laki-laki sudah cukup membuatnya merasa terlindungi.

”Besok aku diminta lembur oleh atasanku..maaf ya, Kak..”. Avian diam sebentar di ujung telepon, lalu terdengar hembusan nafas.

”Sudah kuduga kau sibuk...baiklah, jaga dirimu baik-baik dan jangan membuat dirimu terlalu lelah..” saran Avian. Anna tersenyum meski dia tahu Avian tidak bisa melihatnya.

”Kakak juga..terima kasih..”.

”Aku heran..dia itu tampan, berprestasi, banyak gadis-gadis yang menyukainya tapi dia malah memilih sendiri dan terus menggangguku!” gerutu Anna.

ÿÿÿ

Seorang laki-laki muda kira-kira berusia dua puluh lima tahun keluar dari pintu bandara sambil menarik sebuah kopor coklat. Saat sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat di depannya, dia melepas kacamata hitamnya dan masuk ke dalam mobil.

”Ibumu baik-baik saja?” tanya pria yang duduk di sebelahnya. Dia sedikit lebih tua dengan kacamata minus bertengger di hidungnya. Namun mereka berdua sama-sama tampan jika ada yang ingin membandingkan.

”Dia sehat tidak usah khawatir, bagaimana rencana kerjaku?” tanyanya.
”Aku sudah membuatkan jadwal baru untukmu, ada di kantor, kau mau pulang dulu atau langsung ke kantor?”

”Kau bawa rencana kerjaku ke rumah, besok aku akan ke kantor..”

”David, apa kau benar-benar tidak punya gadis yang kau sukai?Wartawan terkadang ingin tahu kenapa kau tidak juga mengenalkan kekasih..” terang Raski yang sudah lima tahun ini menjadi manajer David, penyanyi populer saat ini.

”Ada kalanya aku ingin sendiri..” kata David seraya tersenyum.


Lousiana Paramita , begitu nama lengkap Anna yang diberikan Ayahnya saat beliau bertugas di Lousiana, salah satu kawasan di Amerika. Anna lahir di sana sembilan belas tahun yang lalu. Namanya terdengar aneh di Indonesia, oleh karena itu orangtuanya memanggilnya Anna. Tiga tahun lalu orangtuanya bercerai, Ibunya sekarang tinggal di Chicago, dan ayahnya menikahi seorang wanita satu anak dan memutuskan tinggal di Singapura. Avian dan Anna tinggal di Jakarta namun Anna memilih tinggal di apartemen dengan alasan untuk hidup mandiri.

Sudah pukul  delapan malam saat Anna pulang dan mampir ke minimarket untuk membeli beberapa bungkus mie instan yang menurutnya praktis. Anna berdiri di belakang seorang laki-laki berpakaian rapi, kemeja dan setelan jas warna krem. Laki-laki itu membeli dua kemasan permen mint dan dua botol air mineral. Laki-laki itu mengenakan kacamata coklat membuatnya wajahnya tidak terlalu jelas. Setelah membayar barangnya, laki-laki itu menggeser tubuhnya agar Anna bisa maju dan memasukkan bukti pembelian ke dompetnya.

”Anna..malam sekali kau pulang?” sapa Bu Tika, kasir minimarket yang memang mengenal Anna semenjak Anna tinggal di apartemen tak jauh dari minimarket itu. Laki-laki itu menoleh saat mendengar Anna dipanggil dan memperhatikan Anna yang sibuk menjawab gurauan-gurauan kasir minimarket. Anna melewatinya tanpa mempedulikan tatapan laki-laki itu dan bergegas keluar minimarket.

Dua belas tahun lalu...

Anna menangis di bawah sebuah pohon di Central Park saat siang itu Ibunya membawanya ke sana untuk menikmati musim panas. Namun Ibunya belum juga kembali untuk membelikan Anna makanan.

”Hei!Kau orang Indonesia?” tanya seorang anak laki-laki kira-kira berusia empat belas tahun yang menghampirinya. Anna terus mengucek matanya yang mulai memerah.

”Dimana orangtuamu?” tanya anak itu lagi. Anna berjalan dua langkah darinya.

”Tidak usah takut..aku juga sama sepertimu..” kata anak itu menenangkan Anna.

”Ibuku tidak juga kembali..” rengek Anna.

”Ibumu tidak akan meninggalkanmu terlalu lama, tenanglah..dia pasti kembali...” kata anak laki-laki itu. Seorang pria berlari kecil ke arah mereka, wajahnya agak pucat.

”Anna!Kau tidak apa sayang?” tanya laki-laki itu seraya berjongkok di depan Anna.

”Ibu mana, Yah?” rengek Anna.

”Ada sedikit masalah, sebaiknya kita pergi dari sini...” laki-laki itu menoleh ke arah anak laki-laki yang berdiri di depannya.

”Terima kasih sudah menemani anakku..” Mereka berdua meninggalkan anak laki-laki itu. Anna terus menoleh ke belakang menatap anak laki-laki yang menyapanya beberapa saat lalu dan pandangannya terhalang oleh keramaian Central park.

Anna mengunci pintu apartemennya dan mulai memasak mie instan untuk makan malamnya.

”Kenapa orang itu sepertinya terus menatapku?” gumam Anna saat teringat pemuda yang ada di minimarket barusan.

David menyetir dengan perasaan galau. Gadis di minimarket tadi seperti gadis yang pernah ditemuinya dulu. David menepis prasangkanya saat mengingatkan dirinya bahwa kemungkinan dia salah pasti ada. Tapi saat dia melihat gadis itu tersenyum saat membayar belanjaannya, David merasa gadis itu adalah gadis dalam memorinya.

ÿÿÿ

”Lousiana!Dimana kau?” teriak Satrio saat tidak menemukan Lousiana di ruangannya.

”Ada apa, Pak?” tanya Anna yang tergopoh-gopoh datang dengan setumpuk bahan rapat.

”Kenapa lama sekali?Cepat ke ruang rapat dan bagikan kertas-kertas itu!” perintah Satrio. Anna segera berlari kecil ke ruang rapat sebelum Satrio mengomel lagi.

”Dasar pemarah!” gerutu Anna.


”David,David?” panggil Raski saat David tidak juga merespon panggilannya saat membicarakan tawaran menyanyi di kantor manajemen. David berdeham menyadari bahwa manajernya sedang mengernyitkan dahi di depannya.

”Kau ini kenapa?Tidak enak badan?” tanya Raski agak khawatir.

”Tidak apa, kau mau tanya apa?”

”Pihak acara menunggu jawabanmu, berhubung jadwalmu cukup padat, aku meminta waktu untuk mendiskusikannya denganmu..”

”Lokasinya dimana?”

”Boulevard Parking Area...”

Itu daerah tempat David bertemu dengan gadis itu. Mungkin kalau David ke sana dia bisa bertemu dengannya lagi.

”Terima saja..”


Anna keluar dari kantornya untuk pergi makan siang sebelum kembali ke tempat mengerikan itu untuk membantu Satrio. Anna memilih menikmati sandwich di Panini House, sebuah cafe yang menyajikan sandwich khas Italia. Anna belum pernah ke cafe itu karena yang dia tahu, pengunjungnya adalah orang-orang kalangan atas. Tapi berhubung dia ingin mencobanya, Anna masuk dan duduk di salah satu sofa merah. Nuansa cafe itu bertema tropis, banyak tanaman hias mengelilingi cafe itu. Setelah memesan Salmon Sandwich dan secangkir kopi, Anna memeriksa ponselnya dan menemukan dua panggilan dari Avian.

”Setelah ini kau harus tanda tangan kontrak di kantor..” kata Raski mengingatkan David yang asyik menyeruput kopinya. Raski memanggil pelayan dan meminta tagihannya. David berjalan ke arah pintu, Raski menyusulnya dari belakang. Anna bermaksud untuk ke toilet saat dia hampir menabrak seseorang yang datang dari arah belakang bangkunya.

”Maaf!Aku tidak sengaja..” kata Anna seraya membungkuk meminta maaf.

”Tidak apa, maaf kami buru-buru.ayo!” kata Raski mewakili David yang terpaku melihat seseorang yang hampir menabraknya.

”Apa yang kau lihat?Ayo!” ajak Raski. David membuang prasangkanya jauh-jauh tapi tidak saat matanya menangkap sesuatu tergantung di sebuah tas milik gadis tadi. Sebuah pita berwarna pink.

”Akhir-akhir ini kau bersikap aneh..ada apa?Ada yang mengganggumu?” tanya Raski penasaran.

”Aku beberapa kali bertemu dengan gadis yang tadi menabrakku..” jawab David sembari tetap memandang ke luar kaca mobil. Raski sesekali melihatnya sambil berkonsentrasi mengemudi.

”Lalu kenapa?”

”Aku seperti mengenalnya..tapi aku tidak terlalu yakin..”

”Sudahlah..lagipula dia gadis biasa, mungkin kau merasa begitu karena dia tidak mengenalimu kalau kau artis..”

”Benar!Di minimarket dia bersikap biasa, tadi juga...bukan!Bukan karena dia tidak mengenali kalau aku penyanyi...”

ÿÿÿ

”Setelah ini, kau antar proposal iklan ke kantor Rex Manajemen, jangan lupa!” perintah Satrio.

”Tapi aku tidak tahu dimana..” jawab Anna. Satrio mengambil sebuah kartu nama dari laci mejanya dan menyerahkan pada Val.

”Antarkan ke alamat itu, langsung pada orang yang namanya tertera di sana!” tambah Satrio seraya menunjuk kartu nama yang sudah ada di tangan Anna.


Anna menggenggam map plastik berisi proposal sambil memperhatikan kartu nama di tangannya. Anna membaca sebuah nama perusahaan berlantai enam di depannya dan mencockkan dengan alamat di kartu nama. Anna menyapu pandangannya di lobi gedung yang terkesan mewah dengan eskalator menuju lantai dua menyambut saat baru melewati pintu putar gedung. Val masuk ke dalam lift menuju lantai empat.

Setelah Anna keluar dari lift, dia ada di koridor panjang dengan banyak pintu. Anna berjalan ke arah kanan. Di depan pintu bertuliskan Head of Promotion, Anna berhenti dan melihat ke dalam ruangan yang berkaca. Ada seorang laki-laki berkemeja biru duduk membelakanginya. Val mengetuk pintu kemudian seseorang membuka pintu untuknya. Laki-laki berkacamata minus yang menurut Anna tampan.

”Maaf, aku mengantarkan proposal dari Sunnish Advertising..” sapa Anna. Laki-laki itu mempersilahkan Anna masuk setelah berkenalan seentar. Laki-laki berkemaja biru menoleh melihat siapa yang datang dan mata elangnya langsung menatap Anna.

Anna dipersilahkan duduk di bilik bagian dalam ruangan itu. Laki-laki yang tadi duduk di sofa depan menghampiri Anna dan mengulurkan tangannya. Anna agak bingung melihatnya tapi kemudian membalas uluran tangannya.

”Kau yang waktu itu di Panini?” tanyanya kurang yakin.

”Panini?...Oh, maafkan saya...saya tidak sengaja waktu itu...” balas Anna memasang tampang tak bersalah.

”David..kau tidak mengenalku?” tanya David. Anna mengernyitkan dahi karena bingung. Raski muncul dengan secangkir kopi untuk Anna.

”Jadi kau yang waktu itu di cafe...tak disangka bisa bertemu lagi...Dia penyanyi, kau benar-benar tidak tahu?” tanya Raski.

”Maaf, aku jarang menonton infotainment..maaf..” kata Anna. David melirik tas yang ada di tangan kiri Anna.

”Jadi, kau asisten executive advertisernya Satrio?” tanya Raski. Anna mengangguk dan menyerahkan proposal pada Raski.
”Atasan saya meminta Anda membacanya..” terang Anna.

”Yah..sebelumnya kami sudah sering bekerja sama dengan dengan kalian, Oh, ya Anna kami akan membaca proposal ini baru kami berikan keputusannya pada atasanmu..silakan diminum..” papar Raski.

”Namamu Anna?” tanya David. Anna mengangguk pelan.

”Dia ini mengira pernah mengenalmu, jadi tidak usah takut melihat sikapnya..” kata Raski yang dibalas dengusan oleh David.

”Aku hanya berfikir kalau aku ini terkenal tapi ternyata ada yang tidak mengenaliku..” imbuh David.

”Oh..aku sempat mendengar tentangmu dari teman kuliahku yang menjadi penggemarmu, tapi aku tidak begitu tertarik...”

”Teman kuliah?Kau masih kuliah?” tanya Raski mewakili David.

”Iya..aku masih kuliah semester lima..aku sedang magang di Sunnish..” jawab Anna. David terlihat sedang berfikir.

”Wah...aku salut mahasiswa sepertimu bisa mengatur waktu seperti ini..” puji Raski.

”Maaf, aku pamit..atasanku akan mengomel jika aku tidak segera kembali ke kantor..” kata Anna undur diri sambil meraih tasnya dari sofa di debelahnya.

”Oh, ya..salam untuk atasanmu!” kata Raski yang mengantar Anna sampai pintu. David duduk di tempat Anna tadi dan matanya menemukan sesuatu di ekat kaki meja. Sebuah gantungan tas yang terbuat dari jalinan pita pink yang terlihat lusuh.

”Kaukah orangnya?” tannya David pelan.


”Ku fikir kau tahu kalau proposal itu untuk David, si penyanyi terkenal itu..” kata Satrio saat Anna menceritakan pertemuannya dengan David.

”Ya, sudahlah..meskipun dia penyanyi terkenal aku tidak terlalu menganggapnya sebagai klien utamaku, kau harus tahu..papun kedudukan klien..jangan melihat dari statusnya, ingat itu!” terang Satrio. Sisi yang ini sedikit disukai oleh Anna dari bosnya itu. Dia tidak membandingkan klien yang satu dengan yang lain. Bosnya profesional di samping sisi diktatornya itu.


Karena Avian menjemput Anna di kantornya saat jam kerja usai, Anna terpaksa menemaninya makan malam di sebuah restoran pasta.

”Kakak tidak usah mengkhawatirkan aku..’ kata Anna sembari mengaduk spageti pesanannya.

”Ayah dan Ibu tinggal di Singapura, hanya ada aku dan kau di sini, sebagai kakak laki-lakimu aku pantas mengkhawatirkanmu..” terang Avian. Anna senang Avia menempatkan dirinya sebagai kakak. Suasana kota mulai gelap ditandai adanya lampu-lapu penerang jalan yang terlihat jelas dari bangku tempat Avian dan Anna duduk, Avia memeilih duduk di dekat kaca menghadap keluar restoran.

David dan Raski dalam perjalanan pulang saat mobil mereka terjebak di lampu merah tepat di depan sebuah restoran. David menoleh dan melihat seseorang sedang makan sambil mengobrol dengan senang.

”Siapa laki-laki yang bersamanya?”

ÿÿÿ
”Kau terlambat!Sudah kubilang perhatikan jam tanganmu!” omel Satrio. Anna memasang telinga tebal mendengar ocehan bosnya itu.

”Bawakan aku proposal yang kau bawa kemarin ke ruang rapat, sekarang, mereka sudah menunggu!” perintah Satrio.

Anna membuka pintu ruang rapat dan melihat David duduk berdampingan dengan Raski yang menurut Satrio adalah manajernya.

Setelah David menandatangi kontrak iklan pada Sunnish, Anna mengantar mereka berdua keluar. Sesampainya di lobi, David memberikan sesuatu pada Anna saat Raski keluar lebih dulu untuk mengambil mobil.

”Oh, ini gantungan tasku, aku mencarinya kemarin, terima kasih sudah menemukannya..” kata Anna.

”Boleh aku tahu, benda apa itu?” tanya David penasaran.
”Oh..ini sebenarnya ikat rambutku semenjak kecil, karena sekarang aku tidak mungkin pakai pita, jadi aku buat jadi gantungan..”

”Apakah kau tidak..”

”Lousiana Paramita!Cepat ke sini!” panggil Satrio dari lantai dua.

”Baik!” teriak Anna seraya pergi dari hadapan David yang merasa kesal karena ucapannya terpotong. Raski sudah membunyikan klakson agar David segera masuk ke dalam mobil.

”Kau tahu nomor teleponnya?” tanya David saat mobil yang dikemudiikan oleh Raski melaju di jalan.

”Tentu saja..ini!” jawab Raski seraya menyodorkan sebuah kartu nama pada David.

”Bukan dia...Anna!:”omel David.

”Kau tertarik padanya ya?” selidik Raski.


Anna mengetik sebuah proposal yang diminta oleh Satrio di mejanya. Sarah, staff dari Satrio bekerja sambil mendengarkan mp3, meski dengan volume normal, Anna agak terganggu dengan suara itu.

”Ini lagu barunya ya?” tanya Staf lain pada Sarah yang kebetulan lewat di mejanya Sarah.

”Tentu saja, aku kan penggemar David Ricardo..” kata Sarah bangga karena temannya itu minta dikirimkan lagu itu lewat bluetooth.

”Aku tidak mengerti kenapa orang-orang begitu suka dengan dia.” gumam Anna. Anna teringat pertanyaan David yang terputus tadi.

”Kira-kira dia mau bertanya apa?” pikir Anna.


Pukul sepuluh malam Anna menunggu bus yang melewati apartemennya di depan kantornya. Sudah beberapa menit menunggu bus itu belum juga lewat. Anna berdecak berkali-kali karena dia sudah sangat lelah. Tiba-tiba sebuah sedan hitam berhenti di depannya, kaca mobilnya terbuka. Anna memperjelas penglihatannya ke dalam mobil.

”Sedang apa kau di sini?” tanya seseorang yang duduk di samping kemudi yang ternyata David. Anna membungkukkan badan untuk memberi salam. Karena Ibu tirinya berdarah Jepang, dia jadi terbiasa memberi salam dengan membungkukkan badan.

”Mari kami antar, sudah malam, tidak baik gadis sepertimu masih ada di jalan..” ajak Raski sembari tersenyum.

Anna tidak sanggup berfikir karena dia sudah sangat lelah. Tapi akhirnya dia masuk juga ke mobil dan duduk di jok belakang. Padahal tidak seharusnya dia menerima ajakan dua orang pria yang baru dikenalnya malam-malam.

” Kau tidak apa? Sepertinya kau lelah..” tanya David yang melihat Anna dari kaca spion tengah dan mendapati Anna agak pucat.

”Hari ini atasanku banyak mengomel..” jawab Anna seraya mencari sesuatu di dalam tasnya.

”Dimana kunci apartemenku?” tanya Anna yang mulai khawatir karena tidak menemukan kunci apartemennya.

”Ada masalah?” tanya Raski.

”Sepertinya kunci apartemenku tertinggal di kantor..” jawab Anna pelan dengan nada kecewa. Ponselnya berdering, Anna segera menjawab panggilan telepon.

”Ya!Aku baru mau pulang..tapi kunci apartemenku tertinggal, mungkin dikantor..”

”Ya sudah, kita urus itu besok, kau pulang saja ke sini, dari suaramu kau  terdengar .lelah”

”Baiklah..aku ke sana..terima kasih!” balas Anna.

”Maaf, aku turun di sini saja..terima kasih sudah mengantar..” kata Anna.

”Tapi tadi kau bilang kunci apartemenmu..”

”Aku menginap di tempat lain..sekali lagi terima kasih..”. Anna keluar dari mobil dan tersenyum sebelum mobil itu melaju.

”Kau ingin tahu siapa yang meneleponnya?” tebak Raski.

ÿÿÿ

”Bajumu ada di kamarmu..kau kan tidak membawa semuanya waktu pindah..makanlah dulu, baru tidur..” terang Avian seraya menemani Anna makan di ruang makan.

”Ceroboh sekali aku meninggalkan kunciku..” adu Anna seraya menyuap nasi.

”Sudahlah, besok aku temani kau ke kantor pelayanan untuk meminta kunci baru..”  imbuh Avian.


David menekan nomor yang baru saja diberikan oleh Raski. Padahal sebelumnya dia ragu untuk melakukan itu.

”Halo, benar ini Anna?” sapa David.

”Iya..ini siapa?” tanya Anna agak bingung.

”Aku David, bagaimana kabarmu?” tanya David. Raski yang mengawasi artisnya dari balik sofa hanya tersenyum kecil. Anna terdiam beberapa saat mungkin karena dia kaget ada seorang artis yang menanyakan kabarnya.

”Ng..tadi malam kau bilang kau kehilangan kunci, jadi aku ingin tahu bagaimana..” David meyakinkan Anna bahwa dia tidak bermaksud jahat.

”Oh..aku pulang ke rumah..aku baik-baik saja, terima kasih..”

”Sebentar..sebenarnya ada yang ingin ku tanyakan padamu..” cegah David sebelum Anna menutup telepon.

”Silakan..”

”Apa kau tinggal di luar negeri waktu kecil?” tanya David.

”Seingatku pernah, aku masih sangat kecil, jadi memoriku agak..” 

”Ah, tidak..aku hanya ingin menegaskan..”

”Tentang apa?”

”Ku pikir kau mirip gadis kecil yang dulu aku temui di Central Park..”

”Entahlah..maaf, rasanya kita belum pernah bertemu sebelum ini..”

”Tidak apa, makanya aku ingin menegaskan, maaf sudah menggaggu..”

”Bagaimana?” tanya Raski.

”Dia tidak tahu, dia bilang dia masih kecil saat tinggal di sana..Entahlah..tapi kalau dilihat dari perkiraan umurnya waktu aku melihatnya di sana, aku yakin dia..”


”Aku baik..apa?oh..kunciku hilang, jadi Kak Avian menyuruhku pulang..Ayah tidak usah khawatir..” kata Anna saat ayahnya menelpon langsung dari Singapura.

”Sudah ku urus, Kak Avian yang mengantarku tadi pagi...baik..”

”Anna, tolong kau ambil proposal yang sudah ditandatangani oleh David dirumahnya, cepat!” perintah Satrio.

”Tapi aku tidak tahu..”

”Tentu saja, ini alamatnya!Jangan sampai hilang kertas itu!” kata Satrio lagi.

”Aku harus bertemu orang itu lagi?” gerutu Anna.


Anna berdiri di sebuah rumah besar  dengan cat warna abu-abu putih. Anna menekan bel yang terletak di pojok pagar sebelah kiri.

”Siapa?” tanya seseorang melalui interkom.

”Ng..aku Anna, atasanku memintaku untuk mengambil proposal yang waktu itu..”. Pintu pagar terbuka sedikit, Anna melangkah masuk sembari mendorong agar pagar itu terbuka cukup untuk dirinya. David membuka pintu dengan penampilan biasa, kaus longgar warna abu-abu dengan celana panjang warna kakhi. Baru kali ini Anna melihatnya tidak memakai jas. Ternyata di rumah itu ada Raski yang sedang menelepon di sebuah meja kecil dekat ruang tengah. David meminta Anna duduk di salah satu sofa ruang tengah, bukan ruang tamu. Anna mengedarkan pandangannya ke dalam rumah, rumah yang besar dengan perabot yang tak beda jauh dengan  yang ada di rumah Ayahnya, rumah keluarganya.

”Wah..kita bertemu lagi...bagaimana kunci apartemenmu?sudah ketemu?” tanya Raski yang segera duduk di sofa yang menyerong dengan Anna. Anna beranggapan bahwa dua orang  itu orang yang peduli, padahal mereka baru kenal.

”Aku sudah mengurusnya di kantor pelayanan, maaf malam itu aku merepotkan..” terang Anna. David datang dengan secangkir lemon tea untuk Anna setelah itu duduk di samping Raski.

”Sepertinya aku salah orang!Maaf..” kata David.

”Oh, yang tadi kau tanyakan di telepon?” tanya Anna yang dibarengi anggukan David.

”Kami agak cemas tadi malam, tadi sepertinya kau sudah agak baikan hari ini..” terang Raski.

”Ah..sampai di rumah aku langsung menghabiskan es krim, kalau suasana hatiku sedang buruk aku memang menyenangkan diriku dengan es krim, entah kenapa suasana hatiku akan membaik setelahnya..” terang Anna yang tak sadar sedang membagi kehidupannya pada dua orang yang tersenyum mendengar penjelasannya. Sadar telah melantur, Anna berdeham dan meminta proposal yang diminta oleh atasannya.

”Jadi kau dulu tinggal di Amerika?”tanya Anna penasaran pada David saat Raski ke mobilnya untuk mengambil proposal.

”Ya..ayahku bekerja di sana..bagaimana denganmu?” tanya David balik.

”Aku tidak terlalu jelas, tapi ayahku bilang kami tinggal di sana karena pekerjaannya..”

”Berarti ayahmu sekarang masih..”


”Tidak..dia tinggal di Singapura dengan Ibuku...” jawab Anna.

”Ini proposalnya!” kata Raski seraya memberikan sebuah map pada Anna.

”Kalau begitu aku permisi!Terima kasih..” kata Anna seraya berdiri.

”Aku fikir kau mahasiswa yang membiayai kuliahmu sendiri dengan bekerja..” imbuh Raski.

”Apa kelihatannya seperti itu?” tanya Anna agak bingung.

”Tentu saja tidak..kau bahkan tidak terlihat kehabisan uang..” canda Raski.

ÿÿÿ

Hari minggu adalah waktu kebebasan Anna. Dia bermalas-malasan di tempat tidur sampai jam sembilan. Ponselnya berdering, Anna melihat nama di layar ponselnya bertuliskan ’David Artis’. Aneh memang dia menyimpan kontak penyanyi itu seperti itu.

”Ya..” jawab Anna ragu.

”Kau sibuk hari ini?” tanya David.

”Tidak..ini kan hari minggu..” jawab Anna.

”Bisa temani aku makan siang nanti?Aku yang menjemputmu!” ajak David. Anna berfikir sebentar mengingat dia belum lama mengenal David dan sekarang dia memintanya untuk menemani dia makan siang.

”Manajerku sibuk, aku tidak suka makan sendiri, bagaimana?” tanya David meyakinkan Anna.

”Baiklah..”


Anna mengenakan bowler hatnya setelah mematut diri di cermin bahwa atasan kaus longgar dan cardigan krem serta skinni hitam sangat cocok untuk dirinya.

”Apa aku sudah ceroboh menerima ajakannya untuk makan siang?” pikir Anna. Dia mendengar dering sms dari ponselnya. David sudah ada di luar apartemen. Anna segeera meraih tasnya dan mengunci pintu.

”Kau suka makanan apa?” tanya David setelah melajukan mobilnya di jalan.

:”Asalkan makanan itu bisa dimakan, aku suka!” jawab Anna riang. David tersenyum senang dengan sifat Anna yang tidak terlalu pemilih soal makanan.

”Kalau begitu kita ke restoran Jepang saja, ya!”

Anna menyuap sushi yang dipesannya sebagai menu penutup pilihannya. Restoran yang dipilih David memberikan privasi karena mereka makan di tempat yang memiliki ruangan tersendiri.

”Seperti makan di rumah sendiri ya?” gumam Anna.

”Tentu saja, ini restoran langgananku, kau suka” tanya David.

”Tentu saja!” jawab Anna. Anna hampir lupa kalau David itu penyanyi makanya dia memilih restoran seperti ini. Tiba-tiba ponselnya berdering. Anna segera mencari benda mungil itu dari tasnya dan bicara dengan suara yang agak pelan.

”Halo!” jawabnya. David terus menyantap makanannya seraya mengawasi Anna dengan ekor matanya.

”Kau sedang dimana?” tanya Avian.

”Sedang bersama teman..” jawab Anna.

”Atasanmu ya?” tanya David agak keras.

”Kau bersama laki-laki?” tanya Avian.

”Ku bilang aku bersama teman kan?ada apa?’ tanya Anna lagi.

”Bulan depan peringatan kematian Kazuha, kau pergi ke Singapura kan?” tanya Avian.

”Tentu saja, nanti aku kabari lagi ya!” kata Anna menutup pembicaraan.

”Maaf..” imbuhnya pada David.

”Ohya, bulan depan aku mengadakan jumpa penggemar, kau mau datang?” ajak David.

”Aku kan bukan penggemarmu..kenapa harus datang?” tanya Anna. David mengutuk dirinya. Gadis ini memang bukan penggemarnya, kenapa dia bertanya apakah dia akan datang?

”Oh, benar juga..kau pasti akan canggung berada di sana ya..”

”Apa kau mau aku meramaikan suasana dengan meneriakkan namamu? ’David!Aku menyukaimu!’ begitu?” tanya Anna.

”Benar..kau tidak usah datang..” ujar David maklum.

”Lagi pula aku akan berkunjung ke Singapura bulan depan..” kata Anna pelan. Entah kenapa kalau mengingat sepupu yang merupakan keponakan ibu tirinya itu dia merasa sedih, mungkin karena kematiannya yang agak mendadak agak mempengaruhinya.

”Singapura?”tanya David.

”Ada acara keluarga di sana, aku harus datang..”. Perasaan David mendengar itu agak galau.

Anna berjalan di samping David saat keluar restoran. Kerumunan wartawan yang menunggu mereka di luar membuat Anna kaget karena tiba-tiba dia terkena kilatan blits kamera. David menarik Anna ke belakang tubuhnya sambil tetap menggandeng tangan Anna melewati kerumunan wartawan.

”David, bisa jelaskan siapa gadis yang bersamamu?”

”Apa dia pacarmu yang kau sembunyikan?”

”Tolong bicaralah!”

David menutup pintu mobil tempat Anna duduk sambil menutup setengah wajahnya. David bergegas memacu mobilnya tanpa menjawab pertanyaan para wartawan. Anna agak pucat mengalami kejadian tadi, David bisa merasakannya saat menggenggam tangan Anna.
”Maaf, ya..kau jadi mengalami kejadian tadi..” kata David pelan.

”Ternyata benar kalau kau terkenal, mereka bisa segera tahu keberadaanmu..” gumam Anna. David tersenyum pahit, dia mengkhawatirkan pemberitaan ini besok. Anna bisa terseret karenanya.

”Kau tidak keberatan kalau ke rumahku dulu?”

”Kenapa?”

”Aku takut ada wartawan yang mengikuti dan kalau ku antar ke apartemenmu, kau bisa ditanya macam-macam..kau mau?”. Anna menggeleng keras, terkena kilatan blits saja membuatnya merinding dan menyadari bahwa kehidupan seorang artis itu tidak mudah.


David menuangkan teh untuk Anna yang masih agak pucat. David duduk di di sebelahnya dengan agak khawatir.

”Kau terlihat pucat..” gumamnya.

”Baru kali ini aku melihat begitu banyak wartawan..” kata Anna polos. David memandang wajah pucat di sampingnya. Matanya mengingatkannya pada gadis kecil yang dulu menangis di Central Park. Pintu terbuka dan Raski muncul dengan dandanan seperti biasa, setelan jas rapi. Ia ikut bergabung di sofa.

”Aku tidak ingin menakutimu, tapi aku tidak bisa jamin kalau kau tidak ada di pemberitaan besok..” kata Raski dengan nada menyesal.

”Pemberitaan apa maksudmu?” tanya Anna tidak mengerti. Raski melemparkan pandangan ke arah David.

”Sepertinya mereka menganggap kau kekasih David..” jawab Raski.

”Tidak seperti itu kenyatannya..” gumam Anna bingung.

”Apa boleh buat, kalian makan siang bersama dan tertangkap basah oleh wartawan, pemberitaan lain apa yang bisa menyimpulkan ini?” terang Raski.

”Kepalaku agak pusing, aku harus pulang untuk menenangkan pikiranku...” gumam Anna yang dengan gerakan lambat berdiri dan berjalan ke arah pintu. Raski mengikutinya untuk mengantar Anna sampai ke apartemennya. David menghela nafas berat. Dia merasa bersalah melibatkan gadis itu ke dalam masalahnya. Anna pasti bingung.


”Kau mengantarnya sampai ke apartemennya kan?” tanya David pada Raski yang kembali lagi setelah mengantar Anna pulang.

”Tentu saja, sekarang mari kita pikirkan masalah yang sedang terjadi, mungkin besok akan ada banyak telepon yang memintamu untuk mengkonfirmasikan masalah ini, produser dan juga fans dan tidak lupa wartawan..” terang Raski yang mulai berfikir.

”Aku tidak suka konferensi pers kalau bukan masalah pekerjaan, kalau itu yang mau kau dengar..” kata David seraya meneguk air mineral dari botol kecil di tangannya.

”Pertama aku ingin tahu kenapa kau mengajaknya makan siang di luar?” tanya Raski.

”Kau tahu aku tidak suka makan sendiri...jadi ku telepon dia untuk menemaniku!” jawab David yang merasa dirinya sedang dituduh.

”Wartawan tidak akan percaya kalau kita mengatakan kau dan dia hanya teman..kalau dibiarkan kasihan gadis itu..” pikir Raski.

ÿÿÿ


Anna membaca tabloid yang hari itu terbit dan menjadikan fotonya bersama David saat David menggandengnya menerobos wartawan menjadi sampul tabloid. Tadi malam Anna mengompres kepalanya dengan air hangat, tapi setelah membaca berita itu, kepalanya kembali sakit.

”Ini mengerikan..apa yang harus aku lakukan?” gerutu Anna saat dirinya akan berangkat ke kampus.

Dugaan Raski ternyata benar, sesampainya mereka di kantor manajemen. David diserbu pertanyaan dari produser dan telepon tak berhenti berdering karena wartawan ingin David mengkonfirmasikan kejadian kemarin. Tapi David hanya menceritakan masalah itu pada produsernya. Raski sudah menyampaikan pada produser bahwa berita ini akan memudar seiring jadwal jumpa penggemar yang akan dilaksanakan bulan depan. Sebisa mungkin pihak manajemen membuat berita tentang persiapan itu.

”Kau sudah meneleponnya?” tanya Raski pada David yang terus memandang ponselnya tanpa melakukan sesuatu yang lebih terhadap gadgetnya itu.

”Dari tadi tidak aktif..” gumam David. Raski mengangguk maklum.


”Aku sudah membicarakan konsep dengan tim kreatif, penonjolam karakter sangat diutamakan di iklan ini, Anna!Kau mendengar apa yang aku katakan tadi?” tegur Satrio pada Anna yang terlihat sedang memikirkan sesuatu, padahal bosnya itu sedang mengajaknya berdiskusi.

”Dinginkan kepalamu dulu, lau ke sini lagi, kau benar-benar mengangguku..” keluh Satrio. Anna segera beranjak keluar daru ruangan kaca Satrio untuk ke toilet.

”Dengar..aku tidak peduli kau ada di tabloid atau tidak, tapi saat ini kau asistenku!Mengerti?” tambah Satrio lagi. Anna mengangguk pelan. Bahkan bosnya sudah membaca berita itu.  


”Sepertinya dia tidak mau  mengangkat teleponku, tuh kan dimatikan..” gumam David setelah berkemas untuk meninggalkan Bandung, setelah melakukan promo albumnya di beberapa radio di sana.

”Ini sudah lebih dari dua minggu, mungkin dia tidak mau lagi berurusan denganmu lagi..” imbuh Raski.

”Aku urus dia nanti, ayo pergi, nanti ketinggalan pesawat!” ajak David. Awalnya Raski merencanakan perjalanan ke Bandung dengan mobil, namun jadwal David terlalu padat sehingga transportasi diganti dengan pesawat.

Anna menarik kopornya ke arah ruang tunggu terminal E tujuan Singapura. Avian melambaikan tangannya ke arah Anna untuk duduk di sampingnya.

”Boarding setengah jam lagi, kau mau makan dulu?” tanya Avian.

”Aku sudah makan tadi, kenapa kau membawa kopor yang kecil?Bukannya tadi malam kau bilang mau lebih lama di sana?” tanya Anna. Avian tersenyum, Anna tidak tahu sudah berapa wanita yang sudah terpesona pada senyum kakak tirinya itu, anehnya dia sama sekali tidak terpesona.

”Ada kasus baru yang harus ku urus, jadi aku hanya beberapa hari di sana, sama sepertimu, jadi kita bisa pulang bersama kan?” terang Avian.

”Syukurlah kalau begitu, aku jadi punya teman ngobrol di pesawat..” imbuh Anna. Avian mengacak rambut sebahu Anna dengan lembut.

”Kau jangan terlalu memikirkan berita itu, kalau ada yang macam-macam, aku siap membelamu!” saran Avian. Avian memang bekerja sebagai pengacara di sebuah kantor hukum bonafit di Jakarta, Anna bagga melihat Avian yang mendapatkan pekerjaan itu bahkan sebelum dia meraih gelar dari Harvard.

Tiba-tiba pemberitahuan agar penumpang dengan tujuan keberangkatan Singapura diminta segera boarding. Avian dan Anna beranjak dari duduknya dan bejalan bersama ke arah pintu boarding pass.

David menarik kopornya setelah keluar dari pesawat dan matanya menangkap seseorang sedang berjalan ke arah pintu boarding. David melepas kaca mata hitamnya untuk memastikan kalau penglihatannya tidak salah.

”Apa yang kau lakukan?Pakai kacamatamu?” omel Raski. David tidak jadi berteriak mendengar omelan Raski, bisa terjadi kehebohan kalau orang-orang tahu David ada di bandara. David menekan nomor di ponselnya dan menunggu nada sambung. Sayangnya panggilannya tidak dijawab.

”Kau melihat siapa?” tanya Raski.

”Sepertinya dia pergi ke Singapura..” jawab David setelah melihat jadwal keberangkatan yang ada di dinding bandara.

”Kau bisa tanyakan nanti, cepat!Kita harus segera pergi dari sini..” ajak Raski.

ÿÿÿ

”Temanku baru pulang dari Afrika seminggu yang lalu..Aku minta dibelikan cinderamata world cup..” kata Avian sesaat setelah lepas landas pada Anna.
”Kenapa tidak minta oleh-oleh saja?” protes Anna. Avian terkekeh.

”Tentu saja tidak bisa..cinderamatanya untukmu!” jawab Avian membuat Anna terkejut.

”Kenapa tidak memberikannya padaku?” rajuk Anna.

”Ada di rumah, nanti aku berikan!” kata Avian. Setiap temannya atau dirinya yang pergi ke luar negeri, Avian selalu memberikan oleh-oleh untuk Anna. Mulai dari kakai kelinci, boneka lambang olimpiade Beijing, keramik Rusia dan banyak lagi yang memenuhi lemari kaca atau kamar tidurnya.

”Mulai minggu besok aku tidak bekerja di Sunnish lagi..” kata Anna pelan.

”Aku tidak tahu..tapi, aku senang mendengarnya...” Avian merubah posisi duduknya hingga agak mengarah ke Anna.

”Itu berarti waktu luangmu banyak!” kata Avian.

”Kakak tidak mau dengar alasanku?” tanya Anna.

”Aku tidak mau tahu alasannya, yang penting kau fokus pada kuliahmu dulu, masalah pekerjaan, aku punya banyak teman yang bisa membantu nanti, kau tenang saja!” terang Avian. Anna tahu kenapa Avian tidak menanyakan alasannya, itu karena Avian tidak mau membuat Anna merasa sedih kalau dia mengataka alasan sebenarnya adalah untuk menghindari David.


Setelah mengunjungi pemakaman Kazuha, sepupu Avian yang juga sepupu Anna. Mereka semua kembali pulang ke rumah dan berkumpul. Anna tidak mau jauh dari ayahnya, dia terus duduk sambil memeluk lengan ayahnya itu.

”Kau ini sembilan belas tahun, kenapa bersikap seperti ini?” tanya Ayahnya membuat Anna tersenyum.

”Aku kangen memeluk ayah..” rajuk Anna.

”Bagaimana kuliahmu?” tanya Ibunya yang masih terlihat cantik di usia empat puluh delapan tahun. Anna melepaskan pelukannya dan beralih duduk di samping Ibunya.

”Baik-baik saja, tidak usah khawatir..” jawab Anna.

”IPK-nya selalu di atas tiga koma lima, adikku ini memang hebat!” sambar Avian. Karena Ibunya berdarah Jepang dan mendiang ayahnya berdarah Indonesia, Avian tidak terlalu tampak seperti orang Jepang kebanyakan. Saat melihat Avian tiga tahun lalu, Anna mengira Avian adalah pria pesolek karena kulitnya bersih.

”Kenapa kau datang tidak dengan pacarmu?” tanya Om Reki, adik ibu tirinya dengan nada bercanda.

”Memangnya kau sudah punya pacar lagi?” tanya Ayahnya bingung.

”Kalau sudah aku sudah mengenalkannya lebih dulu pada kalian..!” balas Anna. Semua orang di ruangan itu tertawa, ternyata Anna masih gadis yang dulu, yang polos, manja dan ingin selalu disayang.

”Semakin lama kau semakin cantik..kenapa kau tidak mau tinggal di sini?Ibu pasti senang sekali bisa mengurusmu..” kata ibunya sembari mengelus rambut Anna.

”Aku kan sudah di sini, tenang saja!” kata Anna.

ÿÿÿ

Avian sibuk memotret Anna yang dipaksanya untuk bergaya di dekat Merlion, lambang Singapura. Anna tidak terlalu suka dipotret, tapi berhubung Avian sudah membawa kamera yang menurutnya canggih, Anna mau saja bergaya.

”Kau cantik di foto..” gumam Avian saat melihat hasil jepretannya.

”Aku yang cantik atau memang kakak jago memotret?” sindir Anna yang memang tahu kalau sewaktu kuliah dulu Avian sempat punya hobi fotografi.

”Bagaimana kalau kita ke Orchard?Perutku lapar...” kata Avian seraya menggandeng Anna menyebrangi jalanan yang agak lengang.


”Benarkan..gosip itu mulai menghilang seiring promosi album dan jumpa fans..” kata Reski sambil membaca beberapa tabloid yang baru saja dibelinya.

”Kau tidak mencoba menghubungi Anna?” tanya David.

”Barusan aku meneleponnya..” jawab Reski tenang. David merubah posisi duduknya menghadap Reski.

”Kenapa tidak bilang?” protes David.

”KU fikir..”

”Sudahlah!” potong David mulai kesal.

”Dia Cuma mengatakan sedang liburan selama seminggu, dia juga bilang dia minta maaf telah membuatmu repot, baik sekali dia, ya..” terang Reski.

”Aku menelponnya berkali-kali, dia tidak menjawabnya, tapi kau langsung dijawab!Ini penghinaan!”. umpat David kesal.

”Jangan marah seperti itu, ini wajar mengingat dia tiba-tiba berhubungan dengan penyanyi..” kata Raski mencairkan suasana. David beranjak dan keluar dari ruangan.

”Hei, kau mau kemana?Hei!” panggil Raski.


Avian dan Anna menikmati froyo sembari menikmati pemandangan kota Singapura yang berbeda jauh dari Jakarta. Mereka mengobrol apa saja, sesekali mereka tertawa kecil.

”Aku tidak mengerti kenapa kakak harus menyanyi di pinggir jalan?” tanya Anna saat Avian menceritakan perjalanannya ke Makau yang agak berantakan gara-gara uangnya tertinggal di kamar hotel.

”Apa boleh buat...uangku tertinggal dan aku berada jauh dari hotel...terpaksa aku menyanyi di pinggir  jalan, beruntung, orang-oarang ada yang mau mendengarkanku, jadi aku bisa kembali ke hotel..” terang Avian.

”Kakak bisa sangat mempesona kalau kakak mau..” ujar Anna. Ponselnya berdering lagi. Anna menekan tombol merah tanpa melihat nama penelepon.

”Kenapa tidak dijawab..dari tadi ponselmu berdering..” kata Avian.

”Aku sedang tidak ingin menjawab telepon..” sambar Anna.
”Apa ini karena penyanyi itu?” tanya Avian.

”Entahlah...aku malas membicarakannya, kita di Singapura..lebih baik kita bersenang-senang kan?Ayo kita naik kapal menyusuri sungai!” ajak Anna seraya menarik tangan Avian menuju dermaga.


Seharian ini mood David sedang tidak bagus, setelah promo album baru di radio, dia langsung diam di rumah dan hanya menonton televisi sepanjang siang.

”Aku belikan froyo untukmu, ini!” kata Raski yang baru saja tiba seraya meletakkan semangkuk froyo di atas meja di ruang tengah. Raski tahu kalau ood David sedang tidak bagus, froyo adalah salah satu obatnya.

”Ngomong-ngomong dia tidak bilang pergi dengan siapa?” tanya David tanpa menooleh.

”Siapa yang kau maksud” tanya Raski bingung.

”Ibumu!Jelas Anna..”

”Oh..tidak!memang kenapa?” tanya Raski lagi. David tifak menjawab, hanya saja dia masih ingat kalau Anna pergi bersama seorang lelaki, David tidak tahu siapa karena mereka terlihat dari belakang, tapi posturnya mirip lelaki yang bersama Anna di restoran.

”Ayah punya teman yang punya anak laki-laki di sini..Kau mau mengenalnya?” tanya ayah Anna saat Anna pulang setelah lewat pukul lima sore dan ibunya sedang menyiapkan makan malam.

”Jangan bicara seolah aku besok harus menikah...” tolak Anna sambil tetap membuat dirinya santai di ruang keluarga.

”Ya sudah...ayah hanya menawarkan, atau kau sudah punya calon sendiri?”

”Ayah...” rajuk Anna mulai kesal.

ÿÿÿ

Beberapa hari kemudian Avian dan Anna pulang ke Jakarta. Avian mengantar Anna pulang ke apartemennya setelah berdebat cukup panjang. Anna tidak mau diantar pulang tapi Avian bersikeras ingin memastikan sendiri kalau Adik perempuannya itu selamat sampai apartemen.

”Istirahatlah, aku akan pulang..jaga dirimu!” kata Avian sebelum pergi.

Anna mengaktifkan ponselnya dan tidak menemukan adanya panggilan lagi. Anna bergerak ke kamar mandi untuk menyegarkan dirinya sebelum tidur.

”Kenapa dia tidak menelepon?” pikir Anna saat ada di bawah shower kamar mandinya. Beberapa hari yang lalu David sudah mencoba meneleponnya, tapi tidak dia angkat. Seminggu tidak melihatnya jadi terasa aneh.


David dan Raski pergi ke Sunnish Advertising untuk diskusi jadwal syuting iklan. Sebenarnya David tidak perlu ikut karena Raski bisa melakukannya sendiri. Tapi David memaksa ikut. Seorang gadis yang bisa dibilang mungil masuk ke ruangan Satrio membawa berkas yang diberikannya pada Satrio. David mengerutkan kening karena bukan Anna yang mengantarkannya, lagipula dia tidak melihat Anna di depan ruangan Satrio.

David keluar dari ruangan sementara Raski berdiskusi dengan Satrio. David mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Tidak ada sosok yang dia cari dimanapun.

”Aku sibuk sekali beberapa hari ini, ditambah aku harus mengajari mahasiswa magang yang baru...maaf aku jadi mengeluh padamu...”

”Ng, tidak apa..tapi dimana Anna?” tanya Raski.

”Anak itu berhenti dan membuatku seperti ini, tapi sudahlah, mungkin dia ingin konsentrasi kuliah...sampai dimana kita tadi?”



”Dia memutuskan untuk berhenti..” kata Raski sembari menyetir dalam perjalanan ke kantor.

”Berhenti?Kenapa?” tanya David sok tak peduli.

”Satrio pun tidak terlalu mengerti..” jawab Raski.


Anna keluar dari kampus dan berjalan ke arah halte untuk pulang ke apartemennya. Hari ini dia bisa berkonsentrasi kuliah karena tidak ada gangguan dari Satrio yang kadang menelponnya di luar jam kantor. Sebuah mobil hitam membunyikan klakson dan membuka jendela mobilnya itu tepat di samping Anna. Anna melongok ke dalam dan menemukan sosok yang paling dia hindari beberapa hari ini.

”Masuklah!” ajak orang itu. Anna kesal melihat orang itu yang tiba-tiba muncul dan menyuruhnya masuk ke mobl. Tapi karena takut ada yang melihat. Anna segera masuk ke dalam mobil. David mengarahkan mobilnya ke jalan raya dengan tampang agak kesal.

”Kenapa tiba-tiba datang?” tanya Anna.

”Aku hanya ingin tahu kabarmu..kau tahu kalau gosip itu mereda karena tertutupi promosi album baruku, kenapa kau malah berhenti kerja?” tanya David.

”Aku hanya ingin konsentrasi kuliah..” jawab Anna tidak peduli. David mengerem mendadak menimbulkan bunyi berdecit membuat Anna kaget.

”Apa yang kau lakukan?” omel Anna kesal.

”Ingin konsentrasi kuliah tapi kenapa malah pergi dengan laki-laki?Kau ini perempuan, jangan terlalu murah seperti itu!” omel David. Anna merasakan matanya perih dan berbayang.

”Apa kau bilang?” . Anna tidak salah dengar tadi, tapi dia ingin memastikannya sekali lagi.

”Keterlaluan sekali kau ini!Tega sekali kau berkata seperti itu...” kata Anna dengan setetes air mata jatuh ke pipinya. Anna keluar dari mobil dan berlari ke arah halte dan segera masuk ke bus yang kebetulan berhenti.

”Apa aku salah bilang?” kata David bingung.



”Kau ini...jelas saja dia marah!” omel Raski saat David menceritakan kejadian yang baru saja terhadi.

”Kau juga marah?” tanya David tidak terima.

”Kau saja belum tahu siapa laki-laki itu, kenapa menuduhnya yang bukan-bukan..aku sudah bilang dia gadis baik-baik, tidak mungkin dia seperti itu...” terang Raski.

”Jadi aku harus bagaimana?” tanya David mulai khawatir.

”Kau masih tanya?Minta maaf!Itu yang harus kau lakukan.!”omel Raski kesal terhadap artisnya itu.


Avian mengompres kening Anna dengan air hangat. Sore tadi saat Avian meneleponnya suara Anna agak aneh dan setelah dipaksa bicara oleh Avian, Anna mengaku sedang sakit dan ternyata saat Avian datang ke apartemen Anna membawa obat Anna hanya berbaring di tempat tidur, wajahnya pucat dan badannya panas.

”Mungkin karena terbang ke Singapura kemarin, aku kan sudah lama tidak naik pesawat..’ kata Anna agar Avian tidak terlalu khawatir.

”Sebelumnya kau juga tidak seperti ini, kau mau aku antar ke dokter?” tanya Avian dan Anna segera menggeleng kencang membuat kompresannya bergerak.

”Kalau tidak mau aku akan buatkan bubur, tunggulah..” kata Avian.

”Aku tidak suka diperlalukan seperti orang sakit..” rajuk Anna membuat Avian berhenti saat di ambang pintu.

”Tapi kau memang sakit, ok...kalau kau memaksa, bersandar saja, oh, ya aku sudah memposting foto-foto waktu di Singapura, kau boleh lihat!” terang Avian yang akhirnya mengalah. Anna bersandar di kepala tempat tidur dan meletakkan laptopnya di atas paha lalu melakukan koneksi dengan internet.


”Wow...lihat apa yang aku temukan!” seru Raski yang sedang sibuk browsing internet di laptop milik David setelah menyusul David ke rumahnya.

”Apa?Biro jodoh?” teriak David dari pantry. Raski berdecak sebal mendengar pertanyaan David.

”Kau pasti ingin melihatnya!” sambar Raski. David menghampiri dan duduk di samping Raski.

”Blog?” gumam David bingung.

”Saat aku browsing firma hukum, ada result yang keluar yang menurutku menarik, dan aku menemukan gadismu di dalamnya..”terang Raski.

”Anna punya blog?”

”Lihat baik-baik..Foto orang ini mirip dengan orang yang kita lihat sedang bersama Anna di restoran..” kata Raski bersemangat. David mengambil alih laptop dan memeriksa profil blog lebih detil. Avian Chandrawiguna, SH,Phd, advokat di Firma Hukum Lian and Partners. David memeriksa foto-foto yang baru diposting kemarin dan muncul banyak foto Anna di kawasan Orchard, Merlion Park, di sebuah kapal kecil dan di sebuah restoran. David menggeser kursor ke bawah dan ada foto Anna dengan laki-laki bernama Avian si pemilik blog. Mereka tampak akrab berfoto di kapal, pesawat  dan di Merlion.

”Kunjungan keluarga ke Singapura bersama Lousianna ’Anna’ Paramitha”

Begitu yang tertulis di judul postingan foto. David menarik nafas karena menemukan titik cerah. David berdiri dan menyodorkan laptop pada Raski.

”Apa yang kau temukan?” tanya Raski penasaran.

”Orang itu kakaknya, pantas dia sangat marah..”

”Apa ku bilang...”


Esoknya setelah latihan vokal di studio, David menuggu Anna di depan kampusnya tapi sudah dua jam menuggu, gadis itu tidak muncul juga. Akhirnya David menuju ke apartemen tempat tinggal Anna. Keluar dari lift, David berbelok ke kanan dan mencari pintu nomor 1217.

”Putri dari mana dia tinggal di apartemen seperti ini, tapi sepertinya dia berasal dari keluarga terpandang..” gumam David melihat keadaan apartemen yang menurutnya bagus. David mengetuk pintu dan tak lama, pintu terbuka dan seorang laki-laki muda membuka pintu. David membuka kacamata hitamnya dan reaksi laki-laki itu seperti yang dia tebak kalau dia tahu siapa David.

”Apa yang kau lakukan disini?” tanya Avian agak dingin dan membiarkan David tetap di luar pintu.

”Maaf, aku ingin bertemu dengan Anna..” kata David yang merasa tak perlu memperkenalkan diri karena sepertinya kakak laki-laki Anna ini sudah mengetahuinya.

”Untuk sementara aku mohon jangan ganggu dia dulu, tolong...” terang Avian tegas.

”Apa ada masalah?Ada apa dengannya?Boleh aku masuk?” cecar David yang mencoba untuk melihat ke balik bahu Avian, tapi Avian tetap menghalanginya.

”Dia sedang sakit, aku fikir mungkin karena dirimu, jadi aku mohon biarkan dia istirahat..” papar Avian lagi.

”Aku hanya ingin melihatnya..” ujar David.

”Tolong, hargai dia, terima kasih sudah datang.” kata Avian kemudian menutup pintu meninggalkan David di luar.

”Apa-apaan ini, aku hanya ingin melihatnya!” omel David.

”Aku hanya ingin melihatnya, aku hanya perlu untuk melihatnya..”

Anna memandang keluar jendela untuk melihat David yang keluar dari gedung apartemen dengan mobilnya. Anna tahu David datang namun Avian melarangnya untuk bertemu dengan Anna. Avia tahu Anna sakit karena David, hanya saja Anna tidak mau menjelaskannya lebih rinci.


Pagi harinya Anna bermaksud untuk pergi ke kampus, dia merasa sudah agak sehat, Avian menjaganya semalaman dan sepertinya dia pulang sebelum Anna bangun dan sudah menyiapkan sarapan dan obat untuknya. Anna hampir tersandung sesuatu yang diletakkan di depan pintu. Anna menunduk dan menemukan sebuket bunga Lavender, bunga kesukaannya. Anna membaca kartu yang ada di dalam buket.

Aku hanya perlu untuk melihatmu
Aku minta maaf
Semoga perasaanmu membaik dengan Lavender,
Kau suka?

D

”Apa-apan dia?Ya,ya..aku suka..” gumam Anna yang segera meletakkan bunga-bunga itu di vas dan pergi ke kampus.

David yang menunggu di mobil yang dia parkir di depan apartemen melihat Anna keluar dari apartemen dan berjalan menuju halte bus. Tiba-tiba Anna seolah melihat ke arah mobilnya diparkir.

”Dia melihatku?” tanya David. Anna menoleh ke arah lain, dan ternyata busnya sudah datang. David melajukan mobilnya ke arah berlawanan untuk kembali ke kantor tak lama kemudian ponselnya berbunyi, sebuah sms.

Kau datang pagi-pagi untuk menaruh bunga di depan pintuku?
Dan kau juga memastikan aku di depan apartemen?
Kau ini benar artis atau bukan?

David tersenyum membaca pesan dari Anna dan segera mengetik pesan balasan.

Aku ketahuan..
Jadi tadi benar kau menemukanku?

Tak lama kemudian, pesan dari Anna masuk.

Kau berhutang padaku karena ini..

David tersenyum membaca pesan Anna, lalu mengetik sms lagi.

OK!

Anna tersenyum membaca pesan dari David.

”Aku hanya bercanda, kenapa sepertinya dia serius?” pikir Anna.


Pukul tiga sore Anna keluar dai kampus dan seseorang memanggilnya dari arah parkiran. Anna menoleh dan menemukan David melambaikan tangan ke arahnya.

”Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Anna saat ada di dalam mobil bersama David.

”Aku berhutang padamu, lihat!” David menunjuk eskrim di dalam mangkuk besar di jok belakang.

”Es krim?”

”Kau bilang kalau suasana hatimu buruk kau akan makan es krim, jadi aku belikan es krim dan kita bisa makan bersama, bagaimana?” tanya David.

”Kau mengejutkanku..” gumam Anna.

”Sepertinya kau terkesan..” tebak David seraya melajukan mobilnya ke jalan tol.

”Lumayan...tapi ngomong-ngomong, kita mau kemana?” tanya Anna.

”Ke tempat yang tidak ada wartawan..”

”Makanya kau ganti mobil?”

”Ini mobil Raski, aku meminjamnya sebentar..” jawab David.

David dan Anna duduk di kap mobil sambil makan es krim di tepi pantai. David memilih pantai yang tidak ada pengunjungnya, makanya dia berani duduk di atas kap mobil.

”Kau sudah sembuh” tanya David. Anna memasukkan suapan besar es krim ke mulutnya.

”Tentu saja..aku tidak pernah sakit lama.” jawab Anna. David terkekeh.

”Kau mengajkku ke sini, apa sedang tidak ada pekerjaan?Kau bilang kau sedang ada promo album baru?”

”Aku luangkan waktuku, tapi tenang saja..kau tidak akan dimarahi Raski karena ini..” canda David. Anna tertawa kecil. David merogoh saku celananya dan mengeluarkan sesuatu. Lalu meraih tangan kiri Anna dan memakaikan gelang cantik dari jalinan pita pink berenda putih.

”Apa permintaan maafku diterima?’ tanya David.

”Kau menyogokku?” ledek Anna.

”Ini sebagai permintaan maafku...” Kata David.

”Apa kau selalu seperti ini di depan gadis?’ tanya Anna.

”Aku tidak tahu kau akan percaya atau tidak..tapi aku hanya seperti ini di depanmu..Apa kau terkesan?”

”Lumayan..”

”Aku masih belum mendapat jawaban yang sempurna..” keluh David.

”Tapi permintaan maafmu diterima!” seru Anna.

”Dia kakakku, anak dari ibu tiriku, namanya Avian..’ kata Anna lagi.

”Aku sudah tahu.” sambar David.

”Sudah tahu?”

”Aku menemukan fotomu di blognya..dia pengacara, iya kan?” tanya David. Ana tertawa pelan.

”Pasti kau melihat fotoku.” tebak Anna.

”Kau memaksakan diri jadi model..” kritik David. Anna memandangnya tak percaya kemudian tertawa.

ÿÿÿ

David menyanyikan single pertamanya di acara peluncuran album perdananya di depan ratusan penggemarnya yang memadati hall. Suara penonton memekakkan telinga. Anna tidak ingin datang dan David memakluminya karena kejadian sebelumnya. Saat acara selesai ratusan penggemarnya mengantri di booth yang disediakan panitia untuk meminta tanda tangan David. Meski lelah, David meladeni pertanyaan penggemar, bahkan ada yang menanyakan kebenaran gosip David yang sudah memiliki kekasih. David hanya tersenyum menanggapi pertanyaan biasa itu.

”Dia benar tidak datang?”tanya Raski saat acara selesai dan mereka bermaksud untuk pulang.

”Dia tidak mau bertemu wartawan, begitu katanya..” jawab David.

”Tidak masalah sih..yang penting kalian sudah berbaikan!” imbuh Raski. David mengikutinya ke arah mobil yang diparkir. Raski melajukan mobil ke luar gedung sementara David browsing internet, dahinya berkerut saat melihat berita yang baru saja diposting.

”Anna pasti tidak suka ini..” kata David.

”Ada masalah?” tanya Raski.

”Ada yang memotret kami di pantai kemarin..” gumam David.

”Padahal kau sudah sengaja meminjam mobilku..apa dia sudah tahu?”

”Entahlah..” David melihat tiga foto memuat dirinya dan Anna yang diberi judul ”Kencan Rahasia David Ricardo”. Dan kencan itu sekarang bukan rahasia lagi.  Wajah Anna tidak terlihat karena mereka difoto dari samping. Foto pertama saat mereka tertawa sambil makan es krim. Foto kedua saat David memakaikan gelang itu di pergelangan tangan Anna. Foto terakhir saat David tersenyum ke arah Anna. Si pengambil foto ini cukup lihai untuk memotret pose yang bagus. Ponsel David berdering. Anna.

”Kau sudah melihatnya?” tanya Anna tanpa basa-basi. David menoleh ke arah Raski.

”Sedang ku lihat, kau tidak apa?” tanya David dengan nada khawatir. Anna diam sejenak.

”Lagipula aku tidak terlalu jelas...bukan masalah penting..” kata Anna.

”Jaga dirimu..” kata David kemudian menutup telepon.

ÿÿÿ

Empat personel Ivy yang bernaung di manajemen yang sama dengan David mengucapkan selamat atas peluncuran albumnya.

”Aku baru melihatmu sejak hadir di pernikahanmu, bagaimana kabar istrimu?” tanya David pada Lexi, pimpinan personel Ivy yang sebulan lalu melangsungkan pernikahannya dengan general manager Empire.

”Dia baik, dia menitipkan salam untukmu, dia sangat suka dengan lagu barumu, selamat ya!” kata Lexi. David tersenyum.

”Lalu kapan kalian bulan madu?” tanya David.

”Aku sedang mencari waktunya, diapun sangat sibuk..” keluh Lexi.

”Oh, ya..aku melihat pemberitaan tentangmu akhir-akhir ini, apa gadis itu Anna?” tanya Lexi.

”Kau kenal?” tanya David agak bingung. Lexi tertawa kecil.

“Ternyata benar..Kami mengenalnya, ayahnya dulu bekerja di Empire, aku cukup dekat dengannya, dia gadis baik-baik, tolong jaga dia..” papar Lexi.

“Valentina juga mengenalnya?Dunia sempit sekali..” kata David.

”Aku mencoba untuk menjaganya..aku pergi dulu!” kata David lagi seraya menepuk lengan Lexi dan berlalu.

”Dia tidak menunjukkan tanda-tanda kalau dia kenal dengan artis..” gumam David.


Anna memandangi fotonya dengan David di internet, masih belum yakin kalau itu adalah mereka. David bilang dia sudah sengaja meminjam mobil managernya agar tidak dibuntuti wartawan. Tapi nyatanya mereka diikuti. Anna menelepon seseorang lewat ponselnya.

”Boleh aku bertemu denganmu?” tanya Anna.

Anna menikmati espreso dinginnya di Empire Cafe. Dia ingin bicara, dengan siapapun karena pikirannya sedang bingung. Dan Valentina bersedia untuk bertemu dengannya.

”Aku sudah dengar dari Lexi..Dia bilang David memiliki hubungan denganmu..” kata Val yang sore itu masih nampak segar dengan kemeja putih dan celana pipa coklat.

”Kami tidak seperti itu..” sergah Anna.

”Kelihatannya seperti itu...aku baru saja melihat foto kalian berdua...” paksa Val. Anna mencomot madelaine dari piring kecil di atas meja.

”Kami bertemu karena pekerjaan, aku diminta mengantarkan proposal ke kantor manajemennya dan aku bertemu dia..eh tapi sebelumnya kami berpapasan di minimarket, itu kata dia, aku sih tidak ingat..” papar Anna.

”Lalu kalian jatuh cinta?Ng, maksudku saling jatuh cinta?” tanya Val. Anna menatap espresonya. Sejak kenal dengan David, saat dia menagajk Anna makan siang di restoran Jepang, meski Anna saat itu takut karena banyak wartawan di sekitar David, dia merasa nyaman saat berada di sampingnya. Tapi Anna tidak merasakan apa-apa kecuali nyaman. Apa hal seperti itu dibilang jatuh cinta?

”Kami tidak begitu..kami hanya berteman..” sanggah Anna. Val menatap Anna dengan pandangan menyipit seolah tak percaya apa yang dikatakan Anna.

”Tapi foto kalian tidak seperti itu...bahkan sekarang kau memakai gelang pemberiannya..” sindir Val.

”Kau ini masih sama seperti dulu..ku fikir kau akan berubah setelah menikah dengan idolaku..” omel Anna. Val tidak tahan untuk tidak tertawa kalau sudah melihat wajah Anna yang sudah mulai marah.

”Kau bicara seperti anak smp..” kata Val.

”Memang kau mengenalnya?” tanya Anna.

”Setahun ini aku mengenalnya..Dia penyanyi kesukaanku, jujur aku sempat sebal saat ada gosip David kencan dengan seorang gadis di restoran...aku berfikir, kenapa David memilih gadis yang serba ingin tahu sepertimu..” ledek Val.

”Aku serius..” ujar Anna.

”Baiklah..Dia pindah ke manajemen Lexi tiga tahun lalu, saat kau lulus sekolah..Dia datang dari NeW York..dia memang besar di sana, dia banyak menjuarai kompetisi menyanyi dan akhirnya ditawarkan untuk membuat album dan laku keras..Begitu yang diceriatakan Lexi..” papar Val.

”Jadi dia memang benar pernah tinggal di Amerika..” gumam Anna yang disambu tanggukan Val.

”Oh, ya..besok aku ada janji dengan kakakmu..” kata Val.

”Janji?Pekerjaan?” tanya Anna bingung.

”Tentu saja..apa lagi..aku ingin dia membantuku menyelesaikan masalah beberapa waktu lalu..kau dengarkan?” tanya Val. Empire terseret kasus dua minggu lalu karena penangkapan seorang pria Iran yang membawa satu kilo heroin di kamar hotel. Hal itu membuat Empire terkena impas citra. Dan Avian diminta oleh firma hukumnya untuk menangani kasus ini.

”Aku lihat di internet..Oh, ya karena masalah itu kau menerapkan sistem manajemen baru ya?” tanya Anna.

”Apa?”

”Itu, saat aku melewati pintu putar tadi, penjaga pintu menyapaku, menyebut namaku dengan lengkap..” kata Anna.

”Ya..sama seperti yang dilakukan Ritz Carlton” jawab Val tenang.

”Bagaimana kalian melakukannya?” tanya Anna penasaran.

”Kami mempunyai link dengan bandara, biro perjalanan, perusahaan taksi dan perusahaan jasa keamanan, makanya tamu yang baru datang disambut dengan sapaan nama mereka..” terang Val.

”Keren, aku kaget tadi, tapi setelahnya aku kagum, service yang bagus!” puji Anna.

”Terima kasih..Oh,ya bagaimana kabar Ayahmu?” tanya Val yang memang mengabulkan pengunduran diri Haris karena dia akan mengikuti istrinya di Singapura tapi Val tidak ingin kehilangan pegawai berdedikasi macam Haris, jadi dia mengirimnya ke Empire Singapura.

”Dia baik..beberapa hari lalu aku mengunjunginya, dia menitipkan salam untukmu..” jawab Anna.

”Aku sedih dia pergi ke sana, dia orang kepercayaanku..” ujar Val.

”Lalu dimana orang bernama Satria itu?” tanya Anna yang masih ingat asisten Val dulu.

”Aku memintanya melanjutkan kuliah dan setelah itu aku tempatkan di Chief Concierge, tentu saja kau tidak melihatnya tadi, aku menyuruhnya untuk menyelidiki sesuatu.” papar Val.

”Dia bukan asistenmu lagi..kenapa seenaknya menyuruh dia?” tanya Anna.

”Bukan urusanmu...lalu bagaimana kelanjutan hbungan kalian?” tanya Val yang sudah menghabiskan capuccinonya.

”Sudah ku bilang, kami hanya berteman..” elak Anna.

”Ya sudah...hati-hati saja kalau kau berniat untuk berpacaran..”

”Sudah ku bilang...”

”Aku kan bilang kalau..kalau berniat berpacaran dengannya kau harus siap dengan wartawan..David penyanyi terkenal, apa yang dia pakai, tempat yang dia datangi, bahkan orang-orang yang berhubungan dengannya akan diekspos oleh media..” terang Val.

”Ya..aku sudah tahu..” gerutu Anna

”Kau mau ku antar pulang sebelum aku pergi ke biro traveling?’ tanya Val.

”Aku naik taksi, memang kau sudah berencana untuk bulan madu?” tanya Anna.

”Tapi jadwal kami belum sinkron, aku hanya ingin tahu paket wisata yang bagus..” jawab Val.

”Kau membuat semua penggemar Lexi menangis..” gumam Anna.

”Mungkin kau juga akan seperti itu..” balas Val.


ÿÿÿ

Anna masuk ke sebuah toko buku di mall untuk membeli buku kuliahnya. Karena sudah malam, Anna tidak berniat untuk jalan-jalan. Saat melewati toko aksesoris, Anna tak sengaja melihat salah satu barang yang dijual. Gelang dari jalinan pita dan renda, mirip seperti miliknya tapi gelang yang dijual itu tidak memiliki batu bermanik seperti miliknya.

”Hei, itu gelangnya!” seru beberapa ank sma yang segera berkerumun ke toko untuk melihat gelang yang tadi Anna lihat.

”Sepertinya mirip..” kata salah satu dari mereka. Anna memperhatikan mereka yang masih berpakaian seragam sekolah.

”Tapi yang diberikan David pada gadis itu kebih bagus!” ujar anak yang lain. Anna baru menyadari kalau gelang yang diberikan oleh David sekarang banyak ditiru karena foto-foto mereka. Salah seorang dari mereka melihat Anna.

”Hei, kak!Gelangmu bagus, kau beli dimana?” tanyanya membuat Anna kaget, sontak teman-teman anak itu ikut memperhatikan Anna.

”Aku..ini..”

”Hei, bukankah kau gadis itu?Gadis yang bersama David?” tebak salah satu dari mereka.

”Ng, maaf..” Anna segera berbalik dan berjalan cepat meninggalkan mereka yang saling pandang. Anna melupakan niatnya untuk membeli buku.

Anna keluar dari mall dan bermaksud ke halte bus dengan melewati jalur mobil di depan pintu masuk mall dan sebuah mobil hampir menabraknya. Anna terkaget meski dia tidak jatuh bahkan mobil itu belum sempat menyentuh badannya. Pintu mobil terbuka dan David memandangnya kaget.

”Anna, apa yang kau lakukan?Cepat masuk?” tanya David yang tidak melepas kaca mata hitamnya. Anna tanpa menoleh kiri kanan langsung duduk di jok samping David. David segera melajukan mobilnya ke arah jalan raya.

”Ada apa denganmu?Aku hampir saja menabrakmu!” omel David. Anna menceritakan kejadian tadi pada David dengan lengkap.

”Memang kau beli ini dimana?’ tanya Anna penasaran.

”Kau tidak perlu tahu..” jawab David tenang.

”Yah..aku menemukan banyak gelang yang mirip dengan punyaku dan aku dikenali oleh anak sma tadi dan kau hanya bilang aku tidak perlu tahu..” balas Anna.

”Sebanyak apapun mereka buat, tidak akan sama dengan milikmu!” jawab David yakin.

”Kau yakin sekali..’ sindir Anna.

”Tentu saja...kau sudah makan malam?’ tanya David. Anna menggeleng pelan.

”Kita makan dirumah saja, pembantuku sudah membuatkan makan malam..” kata David. Anna bertanya-tanya dalam hati, kenapa David mudah sekali mengatakan ’rumah’ tanpa menambahkan ’ku’.

Sepanjang makan malam, David memperhatikan pergelangan tangan Anna yang dilingkari oleh gelang pemberiannya.

”Kenapa lihat-lihat?” tegur Anna yang merasa dirinya sedang diperhatikan.

”Aku hanya berfikir kalau gelang itu lebih bagus daripada hiasan pita milikmu!” ujar David.

”Itu wajar..milikku sudah aku pakai selama dua belas tahun, jelas saja gelangmu lebih bagus!” gerutu Anna. David terkekeh.

”Kau masih belum menyukaiku?” tanya David tiba-tiba. Mata Anna membulat mendengar pertanyaan David.

”Aku kan bukan penggemarmu..kenapa harus menyukaimu, lagipula aku hanya ngefans dengan Ivy..” kata Anna. David tersenyum maklum karena Anna tidak mengerti pertanyaannya.

”Karena kau mengenal mereka?” tebak David. Anna mengangguk.

”Khususnya Lexi!” jawab Anna tegas.

”Tapi kau tidak seperti seseorang yang mengenal artis..” kata David.

”Tentu saja, karena aku tidak suka dengan fanattisme!” jawab Anna.

”Ok, aku menyerah...ngomong-ngomong kau langsung pulang?” tanya David.

”Tidak, aku menginap di sini..tentu pulang, aku tidak mau difoto bersamamu lagi..” kata Anna dengan mimik kesal.

”Baiklah, nanti aku antar, habiskan makananmu!” kata David.

ÿÿÿ
Anna tidak mengerti pertanyaan David tadi, makanya dia menjawab asal. Anna merasa David kurang kerjaan, dia artis terkenal tapi mau saja menyempatkan diri untuk mengobrol dengan orang biasa seperti dirinya. Anna  menyetel lagu dari CD Album baru yang David berikan padanya tadi lengkap dengan tanda tangan dan namanya. ’Untuk Lousianna dari Dari David’.  Telepon di ruang tamu  berdering, Anna segera menjawab di dering ketiga.

”Halo..” sapanya.

”Anna, ayah lihat di internet kalau kau menjalin hubungan dengan penyanyi, apa benar?” tanya Ayahnya dengan nada khawatir. Ternyata ayahnya sudah tahu.

”Itu tidak benar..kami hanya berteman, wartawan itu hanya melebih-lebihkan saja..” kata Anna jujur.

”Tapi foto kalian...”

”Itu memang foto kami, tapi kami hanya makan es krim, ayah tidak perlu khawatir.” ujar Anna.

”Kau tidak dikejar wartawan kan?” tanya Ayahnya lagi.

”Tidak..ada kak Avian yang selalu menolongku..aku tidak apa..” jawab Anna lagi.

”Baiklah jaga dirimu baik-baik, hubungi ayah kalau terjadi sesuatu..” kata ayahnya. Anna meletakkan ponselnya di atas meja dan segera pergi ke kamar mandi sambil mendengarkan lagu David yang berjudul Dia.

Anna masih tidak mengerti kenapa David terus ada di balik bayangannya, ini agak menyulitkan Anna karena David seorang artis sedangkan dia hanya mahasiswa. Saat Anna bergerak ke tempat tidur, ponselnya kembali berdering dan nama ’D’ tertera di layar ponselnya.

”Halo..” sapa Anna.

”Kau belum tidur?” tanya David.

”Karena kau menelpon aku tidak jadi tidur..:” gerutu Anna, David terkekeh pelan.

”Baiklah, aku hanya ingin memberitahumu kalau seminggu ini aku tidak akan menganggumu..” kata David. Anna terdiam, kenapa hanya dengan bicara seperti itu suasana hatinya menjadi berubah tidak nyaman.

”Baguslah..memangnya kau mau kemana?” tanya Anna yang sedikit penasaran.

”Syuting iklan di Yogyakarta sekaligus promo album baru..” jawab David.

”Oh...jaga dirimu baik-baik..” kata Anna.

”Kau sedih ya, aku akan pergi?” canda David, yang memang merasa menggoda Anna adalah kegiatan yang menyenangkan.

”Buat apa sedih..kau kan artis..wajar kalau kau seperti ini..” jawab Anna dengan nada menuntut. David tertawa membuat Anna sedikit tersenyum.

”Sepertinya aku harus berhenti jadi penyanyi..” ujar David.

”Buat apa berhenti?” tanya Anna bingung. 

”Tadi kau bilang kau tidak sedih karena aku artis, jadi..mungkin kalau aku bukan artis kau akan sedih saat aku pergi..” terang David. Anna tidak membalas kalimat David, dia sibuk dengan pikirannya sendiri.

”Anna..kau masih di sana?” tanya David.

”Kalau kau mau pergi..kenapa masih bicara, lekas tidur agar besok kau lebih baik..” saran Anna.

”Baiklah..Anna?”

”Apa lagi?”

”Apa aku boleh merindukanmu?” tanya David. Anna merasa ada yang menggelitik hatinya, kenapa David bertanya seperti itu?

”Tentu saja boleh..kenapa?”

”Tidak..mungkin aku akan meneleponmu saat ada di sana, baiklah selamat tidur, sampai jumpa seminggu kemudian..”

”Selamat malam..”jawab Anna pelan.


Anna termenung sepanjang perjalanan ke kampus, pagi ini David berangkat, seperti ada yang kurang kalau dia tidak ada. Anna juga tidak mengerti kenapa David memberitahu rencana kerjanya seminggu ini padanya. Kenapa harus bilang?

Malamnya Anna makan malam di rumah Avian. Avian bercerita tentang pertemuannya dengan Val. Anna mendengarkannya asal karena dia masih memikirkan David.

”Dia smart, berdedikasi, work holic..” cerita Avian sembari memotong daging panggangnya.

”Kenapa kakak tidak bilang dia cantik?” ralat Anna.

”Bagaimana lagi, nanti dikira aku menggodanya, dia kan sudah menikah..” kata Avian membuat Anna terkekeh. Kakaknya itu tidak mudah menyukai gadis, Val beruntung bisa dipuji seperti itu oleh Avian.

”Ya...Lexi itu galak.” ujar Anna.

”Yang benar?” tanya Avian tak percaya.

”Padaku...karena aku sering menganggunya, dia bilang aku zona bahaya untukna..” adu Anna. Avian terkekeh.

”Jangankan dia..aku saja sering kau buat repot..” tambah Avian. Anna hanya balas mencibir perkataan Avian.

”Ngomong-ngomong kakak jadi membantunya dalam kasus itu?” tanya Anna.

”Tentu saja..lagipula Empire terlibat karena tempat bukan karena subyeknya..” kata Avian. Avian melihat gelang di pergelangan tangan Anna.

”Jadi foto itu benar ya?” tanya Avian.

”Kakak juga sudah melihatnya ya?” gumam Anna. Avian kembali memperhatikan gelang Anna.

”Sepertinya itu kasmir..” gumam Avian.

”Apa?” tanya Anna.

”Manik di gelangmu.itu perpaduan safir dan giok, hasil kreatifitas orang Afrika..Dapat darimana penyanyi itu benda seperti ini..” terang Avian.

”Ini Cuma gelang..” kata Anna merendah.

”Bicara apa kau?Manik itu bisa dibilang perhiasan, kau lihat kristal di dalamnya?Itu safir dan manik itu berkilau karena giok, ini belum banyak dipasarkan karena harganya mahal..” tambah Avian.

Anna sibuk berfikir kenapa David memberikan barang yang bisa dibilang mahaL?Kalau benar apa yang dikatakan Avian tadi, kenapa David melakukan ini padanya?

Sesampainya di apartemen, Anna ragu untuk menelepon David. Ini sudah tiga hari dari seminggu, David belum juga meneleponnya. Akhirnya Anna tidak jadi menelepon karena takut menganggunya hanya karena masalah gelang. Sekarang Anna tahu, kenapa gelang yang ada di mall waktu itu berbeda dengan miliknya meski pita yang digunakan sama. Itu karena gelangnya dihiasi manik Afrika, yang sudah pasti sulit didapat di sini.


Sore itu Anna pergi ke supermarket untuk persediaan lemari es nya. Sebisa mungkin dua minggu sekali Anna belanja bahan makanan di supermarket. Ibunya tidak suka Anna terlalu sering makan di luar. Saat melewati pendingin es krim, Anna teringat David, kenapa sampai sekarang dia tidak menelepon?Anna mengambil es krim dalam mangkuk besar sebanyak dua buah saat ponselnya berdering. Anna tersenyum melihat nama yang muncul di layar ponselnya.

”Halo..”sapa Anna.

”Aku dalam perjalanan pulang, aku rindu...” kata David. Anna merasa senang sekali mendengar suaranya.

”Senang mendengar suaramu..” balas Anna.

”Apa artinya kau juga rindu?” tanya David.

”Tidak...sama sekali tidak..” elak Anna.

”Tapi aku rindu, boleh aku bertemu denganmu?” tanya David.

”Aku sedang di supermarket, bukan di rumah..” jawab Anna. David tersenyum pada Raski yang menyetir di sampingnya karena itu artinya Anna membolehkan dia untuk bertemu.

”Kalau begitu aku akan tunggu di apartemenmu, sampai jumpa!”

”Hei, tunggu!Hei!”

”Apa-apaan dia..aku kan belum sampai di rumah..” gerutu Anna.

”Ada apa ini sebenarnya?Justru orang pertama yang kau telepon dia..aku jadi iri..” ledek Raski.

”Aku bilang padanya kalau seminggu ini aku akan sibuk, dan ternyata aku rindu...” jawab David.
”Memangnya dia juga?’ tanya Raski.

”Dia bilang tidak tapi mengizinkan aku bertemu dengannya..” jawab David.

”Aku jadi bingung..” keluh Raski.

”Nanti aku ceritakan turunkan aku di depan gedung apartemenny..” kata David.

Anna menenteng dua plastik besar belanjaan di kedua tangannya saat naik ke atas dengan lift. Pintu lift terbuka, Anna berbelok ke kanan tapi tidak melihat siapapun di depan pintunya. Jelas David hanya bercanda sewaktu di telepon. Anna menutup pintu dan saat itu David ada di luar pintunya. Anna membuka daun pintu agak lebar.

”Kau benar datang?” tanya Anna tidak percaya. David tersenyum.

”Sudah ku bilang aku akan datang..” jawab David.

ÿÿÿ

Anna membuka matanya saat sinar matahari menerobos melalui celah-celah tirai kamarnya. Tidurnya sangat nyenayak semalam. Semalam mereka makan malam bersama, David bersedia menuggu Anna membuat sesuatu untuk makan malam, dan Anna membuatkan spageti yang ternyata salah satu kesukaan David. Tapi justru Anna lupa untuk menanyakan asal usul gelang miliknya karena David menceritakan kejadian menyenangkan  selama seminggu.

Pukul sepuluh Anna keluar dari apartemennya dengan melirik kiri kanan karena dia khawatir ada yang menguntitnya mengingat David ke sini tadi malam. Setelah memastikan koridor sepi, Anna bergegas masuk lift.

”Tidak ada foto tentangku lagi kan?” tanya David yang baru saja datang ke kantor manajemennya. Raski terkekeh.

”Kemarin sore wartawan sudah menunggumu karena mendengar kabar kalau kau akan datang makan malam bersama kami semua di restoran..” kata Raski.

”Baguslah...” ujar David.

”Kau makan malam bersamanya?” tanya Raski ingin tahu.

”Dia tidak mau ku ajak makan di luar karena takut akan difoto lagi..” jawab David terkekeh.

”Bukankah kau bilang kau salah orang..bukan dia kan gadis itu?” tanya Raski.

”Entahlah..tidak penting lagi..” jawab David sekenanya.


Hari ini Anna kursus mengemudi karena ayahnya akan membelikannya sebuah mobil. Jadi seminggu lalu Anna mendaftar di sekolah mengemudi dan melakukan kursus tiga kali seminggu. Ayahnya khawatir semenjak berita yang melibatkan anaknya menyebar di internet, awalnya Anna menolak karena terbiasa turun naik bus, tapi ayahnya memaksa.

Anna keluar dari gedung kursus dan berjalan menuju halte saat ponselnya berdering. David meneleponnya.

”Kau sedang apa?’ tanya David.

”Sedang menunggu bus, aku akan pulang..” jawab Anna.

”Bukankah kau kuliah dari pagi?” tanya David.

”Iya..sore ini aku kursus mengemudi..” kata Anna lagi.

”Begitu, bagaimana kalau malam ini aku jemput di depan apartemenmu?’ tanya David.

”Memangnya mau kemana?’ tanya Anna.

”Kau akan tahu nanti..”

David menutup telepon membiarkan Anna berpikir apa yang akan dilakukannya nanti?

David mengarahkan mobilnya ke gerbang kompleks rumahnya dan menepikan mobilnya lalu keluar dan membukan pintu untuk Anna.

”Pindah tempat duduk..” perintah David membuat Anna bingung.

”Sebenarnya kau mau apa?” tanya Anna.

”Kau akan ku ajari menyetir..” jawab David tenang. Anna terbelalak.

”Kau bercanda, aku tidak mungkin belajar dengan mobilmu..” tolak Anna karena mobil David bisa dibilang mahal meski jenis sedan, Anna mengira mungkin harganya hampir tiga ratus juta, ayahnya tidak mungkin membelikan mobil seharga itu dan bahkan sangat tidak mungkin ayahnya mau menggantikan kerusakan yang dilakukan Anna jika mencoba mengendarai mobil ini. David menarik Anna keluar dan menuntunnya duduk di balik kemudi kemudian duduk di tempat Anna.

”Sekarang kau starter mobilnya..” kata David. Anna menggenggam erat kemudi.

”Mungkin aku akan merusakkan bemper mobilmu...” gumam Anna takut. David tersenyum.

”Kalau itu terjadi aku tinggal mengirimkan tagihannya pada ayahmu atau kakakmu..” canda David membuat Anna makin down.

”Percayalah padaku, itu tak akan terjadi..” kata David menangkan Anna. Anna mulai menstarter dan mesin mobil menyala.

”Masukkan gigi satu perlahan..” Mobil bergerak.

”Kau memulainya dengan bagus..”puji David. Anna mulai bergerak ke gigi dua dan mulai merasa nyaman.

”Kau bisa mengebut sekarang..” kata David lagi. Mobil melaju cukup kencang meski jalannya belum lurus.

”Kau harus menyeimbangkan kopling..” ralat David.

”Wah..sepertinya mesin mobilmu bagus..” kata Anna seraya menoleh ke arah David.

”Hei, depan!Depan!” teriak David. Anna menoleh dan langsung menginjak rem sekeras mungkin sampai terdengar bunyi berdecit. Dia hampir menabrak sebuah mobil yang parkir di depan sebuah rumah.

”Aku harampir merusak mobilmu..” kata Anna gemetar.

”Bukan mobilnya tapi kau dan aku..” ralat David.

”Sudah.aku tidak mau lagi, melakukan ini membuat jantungku bekerja keras!” gerutu Anna yang segera keluar dan bertukar bangku dengan David.

”Komplek rumahmu sama seperti rumahku..sepi..’ kata Anna saat David melajukan mobil ke rumahnya.

”Rumahmu?” tanya David.

”Iya..yang ditinggali kakakku juga ada di lingkungan seperti ini, kalau sudah jam tujuhpun sudah sepi.” terang Anna.

”Kenapa kau tidak tinggal dengan kakakmu?” tanya David.

”Aku ingin belajar hidup sendiri, jadi ayahku membelikan apartemen untukku..” kata Anna.

”Oh, ya..sebenarnya ada yang ingin ku tanyakan..” imbuh Anna.

”Apa?” tanya David.

”Sebenarnya kau dapat gelang ini darimana?’ tanya Anna.

”Kau masih penasaran ya?” ujar David.

”Tentu saja..kakakku bilang manik ini dari Afrika, kenapa kau memberikan barang seperti ini padaku?” tanya Anna. David tersenyum.

”Aku tidak suka mengatakan ini...tapi..membuat sendiri gelang itu, soal manik itu, itu hadiah dari Ibuku...” terang David.

”Ini hadiahmu, kenapa memberikannya untuk orang lain?” cecera Anna.

Karena kau bukan orang lain

”Hei jawab pertanyaanku!” teriak Anna karena David malah melenggang pergi.

ÿÿÿ
Hari sabtu, Anna diajak Val ke salon untuk perawatan bareng. Karena sedang senggang Anna mau saja ikut ke sebuah salon langganan Valentina. Biasanya Anna hanya creambath di salon dan tidak melakukan perawatan apa-apa untuk kulitnya, paling hanya membeli produk perawatan kulit di supermarket. Mereka di pijat sebelum dilulur dengan masker rumput laut.

”Baguslah, kau tidak sedang jalan dengannya, jadi aku ada teman ngobrol di sini..” kata Val sambil memejamkan mata.

”Sudah ku bilang, kami tidak ada apa-apa..” elak Anna.

”Oh,ya..Lexi punya buah tangan untukmu saat beberapa hari lalu tur ke luar kota..” kata Val.

”Wah..dia masih ingat aku, ya..” pikir Anna.

”Tentu saja..kau datang saja ke kantor manajemen besok, dia menyimpannya di sana..” ujar Val.

”Baiklah, besok aku kesana..oh,ya beberapa hari lalu kau bilang sedang encari paket wisata, sudah ketemu?’ tanya Anna.

”Sudah, kami putuskan untuk ke Lombok, bagaimana menurutmu?” tanya Val.

”Itu tempat yang bagus..ku fikir kalian akan ke luar negeri..”

”Lexi sibuk tur, jadi aku mengalah, padahal aku sudah mengajukan rencana ke Seefield..” terang Val.

”Aku belum pernah ke Seefield..” gumam Anna.

”Minta liburan sana dengan ayahmu..” kata Val.

”Ayahku sudah membelikan mobil..” kata Anna.

Setelah dari salon, Val mengajak Anna belanja baju di butik langganan Anna. Saat Val sibuk memilih pakaian, iseng-iseng Anna browsing internet dan menemukan berita baru. ”Gadis yang bersama David Ricardo sudah diketahui”. Kepala Anna mendadak agak pusing. Anna memilih salah satu link dan keluar sebuah artikel yang menerangkan gadis yang disangka kekasih David bernama Lousiana Paramita, seorang mahasiswi komunikasi berusia sembilan belas tahun.

”Wah, sudah ketahuan ya?’ celetuk Val yang sudah ada di belakang Anna. Ponsel Anna berdering, Anna segera menjawabnya.

”Hei, kau sudah tahu?” tanya Anna pada David.

”Malam ini aku ada acara di Hall Jakarta, kau ikut aku ya?” ajak David.

”Apa-apaan kau..”

”Percuma, mereka sudah tahu, kau mau apa lagi?’ tanya David.

”Masalah gadis itu siapa memang benar, tapi aku dan kau..”

”Jadilah pacarku!” sambar David. Val mengupng pembicaraan dengan menempelkan telinganya di ponsel Anna.

”Apa?”

Val merebut ponsel Anna dan bicara dengan David sembari menghindarkan tangan Anna dari ponselnya yang Val rebut.

”Aku akan mendandani gadismu, tenang saja..kau bisa menagajaknya nanti malam..” kata Val yang segera menutup pembicaraan.

”Kau ini bicara apa?” tanya Anna agak kesal.

”Ayo, aku carikan pakaian yang pas untukmu..” ajak al seraya mendorong bahu Anna.

Pilihan terakhir jatuh pada sebuah dress putih selutut tanpa lengan dengan hiasan brisbane bergradasi emas di dadanya. Tidak terkesan seksi tapi anggun. Val memilihkan sepatu open toe shoes warna senada. Val tidak meragukan kemahiran Val dalam memilih baju karena Val sudah lama bergelut dengan dunia modelling.

”Ini sangat cocok untukmu..” kata Val seraya melihat Anna di cermin.

”Kau yakin?” tanya Anna ragu.

”Sekarang kita harus kembali ke salon dan memberikan sedikit make up untukmu, ayo bergerak!” ajak Val. Val tadi mengatakan kalau dia juga datang ke acara yang sama, oleh karena itu seharian ini dia pergi ke salon dan membeli beberapa pakaian.

Anna berdiri di depan Val setelah satu jam di tangani oleh karyawan salon kepercayaan Val. Val meneliti hasil riasan di wajah Anna. Tidak mencolok namun mampu membuat wajah kemayu Anna terlihat cerah.



Pukul delapan malam, David menjemput Anna di rumah Lexi. Anna keluar dari rumah menenteng sebuah clutch putih. Val dan Lexi akan menyusul beberapa menit kemudian. Anna menghampiri David yang berdiri di depan pintu mobil.

”Apa yang kau lihat?Ayo jalan!” tegur Anna karena menemukan David malah memandangi dirinya.

David tahu yang duduk di sampingnya Anna. Tapi dia tidak menyangka Anna bisa didandani seperti itu. Riasannya tidak membuat Anna terlihat tua, malah sesuai dengan umurnya yang belum dua puluh tahun. David tersenyum kecil.

”Kenapa tersenyum?Tidak pantas ya?’ tanya Anna yang melihat bayangan dirinya lewat spion kiri mobil.

”Pantas..nanti aku akan berterima kasih dengan Val..” ujar David.

Sampai di depan pintu masuk hall, mereka disambut kilatan blits kamera waratawan. Anna tetap berjalan di sebelah kiri David dengan menggamit lengan David yang malam itu memilih mengenakan kemeja klasik putih dibalut vest hitam, nampak serasi dengan Anna. Mereka berhenti di depan kerumunan wartawan di samping pintu putar untuk diwawancara.

”Akhirnya kalian memutuskan tampil bersama setelah identitas dia diketahui?”

”Bukan begitu, Anna tidak terlalu suka dengan kamera, jadi kami tidak memberitahukan pada kalian semua sebelumnya..” jawab David, Anna sesekali menunduk dengan tersenyum di samping David.

”Berarti benar kalian pacaran?”. David tersenyum sembari melihat Anna.

”Aku sudah memintanya untuk jadi pacarku..terima kasih, permisi..” kata David seraya menggandeng Anna melewati pintu putar.

”Kau tidak apa kan?”  tanya David saat memberikan kartu undangan sebelum masuk audirorium acara pada panitia.

”Tidak, sebelumnya juga pernah seperti ini..” jawab Anna.

”Baiklah, sekarang kita masuk..” ajak David.

Di dalam Anna bertemu Val dan Lexi serta tiga personel Ivy yang lain yaitu, Rendy, Jimmi dan Bian. Mereka duduk di deretan bangku yang sama. Banyak artis yang datang membuat Anna terkagum selama duduk di sebelah David.

”Saat ini kau yang jadi perhatian..’ bisik Val yang duduk di sebelah kanan Anna.

”Aku hampir keringat dingin di depan tadi..” keluh Anna.


Pukul sebelas malam acara selesai dan David langsung mengantar Anna pulang. Mereka berdiri di depan pintu apartemen Anna.

”Terima kasih sudah menemaniku, kau baik sekali..’ kata David. Sebenarnya Anna ingin menanyakan pertanyaan David di telepon sebelumnya, apa dia serius atau hanya bercanda, tapi Anna urung melakukannya karena dia tahu David pasti bercanda agar dia mau diajak ke acara seperti itu.

”Sudahlah...tidak perlu begitu..ya sudah aku masuk dulu..selamat malam!” kata Anna sembari masuk. David meletakkan tangannya di pundak kiri Anna.

”Besok aku telepon..” ujar David.

ÿÿÿ

”Jadi kau pacaran dengan dia?’ tanya Avian sebelum Anna pergi tidur melalui telepon.

”Tidak, aku hanya menemaninya datang ke acara itu..’ elak Anna yang sudah lelah menanggapi pertanyaan macam ini.

”Kalian nampak serasi tadi, aku melihatnya di televisi..’ imbuh Avian.

”Sudahlah..aku mau tidur dulu..” ujar Anna.

”Baiklah..aku tidak memaksamu..selamat malam..”.


Sepulang dari kampus, Anna mampir ke kantor manajemen Ivy untuk melihat oleh-oleh dari Lexi untuknya, tiga tahun lalu gedung Rex manajemen bukan di sini, Anna dulu sering main ke sana untuk bertemu Lexi. Anna naik ke lantai empat ke studio latihan Ivy dan bertemu para personel Ivy yang baru selesai latihan. Rendy menyapanya seperti biasa, mengacak rambutnya seolah dia anak kecil.

’Kau cantik sekali tadi malam..” puji Bian.

”Ah, tidak..itu Cuma make up..” kata Anna merendah.

“Dia bilang begitu karena Bian yang memujinya..’ canda Rendy yang dengan akrab merangkul bahu Anna.

”Oh, ya apa benar gosip pacaran kau dan David?’ tanya Bian.

”Anna, tadi malam dia terpesona melihatmu makanya dia bertanya seperti itu..Hiraukan saja, rugi dipuji oleh playboy macam dia..” canda Jimmi yang segera terkena lemparan handuk dari Bian.

”Sudahlah..aku ke sini ingin menagih oleh-oleh, mana?’ tanya Anna pada Lexi.

”Apa?’ tanya Lexi dengan tampang polos. Anna berdecak sebal.

”Val bilang kau membawakanku oleh-oleh, mana?’ tanya Anna.

”Aku memang membeli oleh-oleh, tapi bukan untukmu..”. Anna merasakan wajahnya memerah, tidak mungkin Val berbohong dan mengerjainya seperti ini.

”Tidak mungkin..’ gumam Anna pelan.

”Memang bukan untukmu, tapi untuk gadis yang selalu merepotkan...Ini!” ujar Lexi seraya melemparkan sebuah tas etnik khas kalimantan. Anna tersenyum senang menerimanya dan sadar kalau tiga orang yang mengelilinginya dari tadi cekikikan.

”Sudah kuduga akan seperti ini..’ gerutu Anna. Rendy mengeluarkan sesuatu dari ranselnya dan memberikan beberapa gelang bernuansa etnik. Jimmi dan Bian juga ikut memberikan oleh-oleh pada Val berupa barang khas Indonesia.

”Kalian baik sekali memberikan barang-barang ini, terima kasih ya!” seru Anna. Rendy kembali mengacak rambut Anna.

”Kalau ada orang yang sudah membantu kami memilihkan hadiah untuk penggemar, itu artinya kami harus mengucapkan terima kasih kan?” canda Jimmi.

”Wah, ramai sekali di sini!” sapa David yang baru saja tiba, tampil sederhana dengan kemeja longgar dan jeans.

”Kau baru datang ya?’ sapa Bian.

”Saingan cinta datang..’ bisik Jimmi pada Bian.

”Anna, kau merampok darimana?’ tanya David yang melihat tangan Anna penuh barang.

”Mereka memberikanku oleh-oleh, lihat bagus sekali!” seru Anna.

”Beruntung sekali mendapat ini semua dari idolamu..” gumam David.

”Ada yang mau aku tunjukkan, ayo!Aku pergi dulu ya!” pamit David seraya merangkul bahu Anna meninggalkan empat orang Ivy.

”Aku pergi dulu, terima kasih!” seru Anna.

”Padahal aku ingin mengajaknya keluar..’ keluh Bian.



”Kau mau menunjukkan aku ini?’ tanya Anna saat David menunjukkan cover tabloid yang memajang foto mereka saat baru datang di acara dua hari lalu. Foto mereka yang ini jelas sekali, Anna menggamit lengan David, nampak sempurna.

”Sebelumnya foto kita tidak bagus, nah, menurutku yang ini bagus..bagaimana?’ tanya David.

”Mungkin setelah ini aku diserbu oleh penggemarmu..” gerutu Anna.

”Jangan khawatir, aku selalu ada di sampingmu..”

”Hah?”.


Anna masih tidak mengerti apa yang terjadi antara dia dan David. Mereka berteman tapi David memperlakukannya seperti pacar. Publik tahunya mereka pacaran. Memang David sempat bertanya padanya tapi Anna hanya menganggap itu hanya gurauan, seperti yang sering dilontarkan personel Ivy padanya. Ponselnya berdering, masih pukul tujuh, siapa yang menelponnya. Anna menjawab sebelum lagu ’California Girls’ mengalun lebih lama.

’Ada apa., kak?’ tanya Anna seraya meraih tasnya dan bersiap keluar untuk berangkat ke kampus.

”Cepat keluar!Ada sesuatu untukmu!” seru Avian. Anna mengernyitkan dahi heran.

Anna bergegas melewati lobi gedung dan keluar, dia mendapati sebuah mobil jazz merah terparkir di samping gedung dengan sebuah pita merah di kapnya. Tepat saat itu Avian kembali menghubunginya.

”Kau suka?” tanya Avian. Anna mengangguk senang.

”Kenapa kakak tidak di sini?” tanya Anna seraya memperhatiikan mobil itu lebih dekat.

”Hari ini aku sibuk, jadi tidak bisa menemanimu jalan-jalan dengan mobil barumu, maaf ya!” kata Avian.

”Baiklah..tapi nanti kau harus datang, aku akan menelepon ayah!” kata Anna senang.

”Ya, kunci mobil dan surat-suratnya aku titipkan di resepsionis, ambillah dulu sebelum test drive, hati-hati!”.

Anna berkendara dengan mobil barunya ke kampus, tentu saja setelah melepas pitanya. Anna juga kagum dengan interior mobil yang didesain dengan sentuhan pink. Di kaca spion dalam, digantung jalinan pita gradasi merah muda. Ponselnya kembali berdering, Anna segera memakai head set untuk bicara.

”Halo!” serunya riang.

”Sepertinya kau sedang senang..” kata David.

”Mobilku baru saja tiba, aku sedang mengendarainya..” kata Anna.

”Pasti kau senang sekali, kau dimana?” tanya David.

”Perjalanan ke kampus..” jawab Anna.

”Sore nanti ada waktu?Aku ingin mencoba naik mobilmu..” ujar David.

”Baiklah...nanti aku ke tempatmu, tenang,,aku sudah punya sim sekarang!”.


”Selera ayahmu bagus...” puji David seraya memperhatikan interior mobil Anna. David menangkap foto berbingkai mungil di belakang setir.

”Itu fotomu?’ tanya David masih menatap lekat foto seorang gadis kecil bersama seorang laki-laki di sebuah taman, David mengenali tempat itu di central park.

”Ya...ayahku memberikannya untuku, kata dia itu waktu kami tinggal di New York..” jawab Anna. David ingin bertanya lebih lanjut tapi dia tidak ingin mengusik konsentrasi Anna, lagipula dia merasa siapapun Anna, dia membuat dirinya nyaman.

”Aku lapar..” gumam David yang tenpa sadar menyuarakan pikirannya.

”Apa..?Lapar?Bagaimana kalau kita makan di sana, aku biasa makan di sana..” kata Anna seraya menunjuk sebuah restoran di ujung jalan.

”Kenapa sekarang kau jadi pendiam?” tanya Anna heran melihat David yang bungkam setelah mereka tiba di restoran. David meneguk jus alpukat yang dia pesan.

”Aku tegang karena baru kali ini naik mobil disupiri oleh seseorang yang baru mendapatkan sim..’ jawab David membuat Anna tertawa. David tersenyum mendengar tawa gadis itu. Terrasa menyenangkan.

”Tapi kali ini aku tidak membuat kesalahan kan?” tanya Anna seraya mencondongkan tubuhnya ke arah David. David melihat jelas bola mata Anna yang  nampak bersinar.

”Buktinya kita tiba di sini dengan keadaan yang baik..’ ujar David. Anna tersenyum jahil.

”Kau punya selera humor juga ya...?” gurau Anna.

”Sudah cepat habiskan sebelum ada yang mengenali kita..’ kata David seraya merapatkan bowler hat yang Anna pakai.

”Baiklah...kalau perlu makananmu juga aku habiskan!” balas Anna. Mereka keluar dari restoran dan berjalan ke arah mobil tiba-tiba dua orang anak sma menghampiri mereka dan meminta tanda tangan David. Anna menyingkir sedikit dari David untuk memberikan keleluasaan tapi David menahannya dan memaksanya berdiri di sampingnya.

”Apa dia pacarmu?” tanya salah seorang dari mereka. Anna tersenyum pada mereka namun reaksi mereka tidak menunjukkan aura persahabatan. Anna maklum karena mereka mengidolakan David.

”Dia belum bilang mau apa tidak, nah, aku sudah berikan tanda tanganku dan foto, sekarang kalian pulang..” kata David. Setelah mengucapkan terima kasih, mereka pergi ke arah distro di samping restoran. Anna mematung di tempatnya berdiri membuat David tersenyum.

”Memangnya kau tidak punya gadis yang kau sukai?” tanya Anna tiba-tiba saat berjalan menuju mobil. Mereka berdiri berhadapan tepat di depan pintu kemudi mobil.

”Bukankah aku sudah bertanya padamu, apa kau mau jadi pacarku..itu artinya kau yang aku sukai..” terang David. Anna tersenyum, dia hanya masih tidak yakin kalau David mengatakan itu. Makanya dia masih tidak ingin memperjelas hubungannya dengan David. David membuka pintu di samping kemudi dan menyuruh Anna masuk. David yang akan menyetir mobilnya.

ÿÿÿ

Anna baru akan mengunci mobilnya di parkiran basement saat ponselnya berdering. Anna mendapati tulisan Bian Ivy di layar ponselnya. Anna agak ragu menjawabnya.

”Ya..”.

”Bisa kau ke sini?” tanya seseorang tapi bukan suara Bian.

”Kau siapa, bukankah ini...”

”Bian mabuk, dia menghubungi nomormu, tapi dia malah tertidur, bisa kau datang ke Sunshine Pub?” tanya seseorang di sana. Anna sibuk dengan fikirannya.

”Halo...”.

”Ya, aku akan ke sana...”.

Anna mengemudikan mobilnya di jalan raya menuju pub yang tadi disebutkan oleh seseorang dengan ponsel Bian. Anna sudah mencoba menghubungi Doni;manajer Ivy, Lexi, Rendy bahkan Jimmi, tapi tak satupun dari mereka yang menjawab panggilannya.

Anna melewati kerumunan tamu pub di lantai dansa sambil mencari Bian. Di bawah sedikit cahaya yang menerangi pub itu, Anna menemukan Bian sudah bersandar di salah satu sofa di sudut pub. Anna berderap ke arah Bian dan menemukan dua botol minuman keras kosong di atas meja. Anna berdiri di depan Bian.

”Bian, hei, bangun!” panggil  Anna seraya menggoyangkan lengan Bian. Bian membuka matanya perlahan, penampilannya sudah kacau dengan polo shirt yang acak-acakan, rambut kusut dan bau alkohol.

”Dia sudah minum dua botol meski ku larang karena dia datang sendiri, saat aku kembali lagi ke sini dia sedang mencoba menelepon tapi malah tertidur..’ terang seorang pelayan pub yang menghampiri Anna. Anna membuka dompetnya dan memberikan beberapa lembaran uang ratusan ke pelayan dan mencoba merangkul Bian untuk dibawa keluar. Pelayan itu ikut membantu Anna membawa Bian keluar dan mendudukkannya di jok samping kemudi. Anna menyalakan mesin dan melajukan mobilnya ke rumah para personel Ivy.

”Anna..’ panggil Bian yang masih tak sadarkan diri.

”Kau ini kenapa?Kau mungkin akan meninggalkan bau di mobilku..” omel Anna. Bian bergerak pelan sambil membuka matanya dan menemukan dirinya di sebuah mobil.

”Kau membawaku pulang?” tanya Bian pelan.

”Ya..dimana mereka semua?Aku menelepon tapi tak satupun ada jawaban..’ tanya Anna.

”Mereka pergi ke puncak, merayakan selesainya tur kami..” kata Bian, Anna bisa melihat kemerahan di matanya. Anna kagum dengan Bian tapi kalau situasinya seperti ini dia malah kesal.

”Kenapa kau tidak ikut?” tanya Anna.

”Aku...kau membawaku ke rumah?” tanya Bian saat Anna mengarahkan mobilnya ke arah jalan masuk menuju rumah Ivy.

”Tentu saja, mau kemana lagi?”. Ponsel Anna berkedip, sebuah panggilan, Anna mengenakan sebelah headset untuk menjawab.

”Ya..”

”Kau masih di jalan?” tanya David.

”Aku mengantarkan Bian pulang ke rumahnya, dia sedikit mabuk..” terang Anna sembari memarkir mobilnya di depan rumah. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di depan mobilnya dan tiga orang pria keluar dan berjalan ke arah mobilnya, tangan Anna gemetar.

”Anna..Anna?” panggil David.

”Apa yang  mereka lakukan?” tanya Anna saat salah seorang dari mereka menyuruhnya untuk membuka jendela. Tiba-tiba pintu di sebelah Bian dibuka dan Bian dipaksa keluar lalu dua orang itu langsung memukuli Bian. Satu orang yang di samping Anna menutup mulut Anna supaya tidak berteriak sambil memaksanya keluar dari mobil. Dua orang itu masih memukuli Bian, Bian yang dalam keadaan mabuk tidak bisa membalas apa-apa, dia tersungkur, di bawah temaram lampu Anna melihat Bian babak belur di wajahnya. Anna menggigit tangan orang yang membungkam mulutnya dan berteriak minta tolong. Anna mencoba menjauhkan dua orang yang terus memukuli Bian.

”Bian!Bian!” teriak Anna. Tiba-tiba salah seorang dari mereka menjauhkan Anna dari Bian dengan keras hingga kepala Anna membentur body mobilnya tepat saat sirene polisi terdengar dari arah belakang dan tiga orang itu melarikan diri dengan cepat.

David keluar dari mobilnya dan menemukan Anna tersungkur di dekat mobilnya sendiri dengan luka di keningnya.

Di dalam ambulance yang berjalan menuju rumah sakit, Anna mencoba membuka mata dan mendapati wajah tegang David di sampingnya, kesadarannya mulai menipis dan pandangan Anna gelap saat para perawat membawanya ke ruang perawatan.

Doni, manajer Ivy berbicara serius dengan Lexi, Jimmy dan Rendy yang dua jam kemudian tiba di rumah sakit setelah Raski berhasil menghubunginya. Bian dibawah pengawasan dokter setelah dipindahkan ke ruang perawatan di sebelah kamar rawat Anna. Luka-luka Bian cukup parah, dokter bilang satu tulang rusuknya patah, wajahnya penuh luka dan badannya lebam. Raski berlari kecil menghampiri Doni.

”Wartawan mulai berdatangan, aku terpaksa meminta bantuan polisi untuk menjaga mereka..” kata Raski.

”Sebenarnya apa yang terjadi?Kenapa mereka melakukan ini?” tanya Jimmi kesal.

”Polisi sedang menyelidiki plat nomor mobil mereka..” jawab Raski.

”Bagaimana Anna ada di sana?” tanya Lexi yang nampak marah karena Anna jadi terkena imbasnya.

”Aku belum tahu, saat David meneleponnya Anna bilang dia mengantarkan Bian pulang karena dia mabuk, setelah itu tidak terdengar apa-apa sampai Anna berteriak minta tolong dan meneriakkan nama Bian, David bilang ada suara pukulan yang agak samar terdengar, akhirnya aku menghubungi polisi dalam perjalanan ke sana, Anna terluka di samping mobilnya, Bian sudah tidak sadarkan diri..” terang Raski panjang lebar.

”Aku akan melihat Anna..” kata Lexi diikuti Rendy dan Jimmi menuju lift.

David mengawasi Anna yang masih tertidur setelah luka di keningnya di perban, tangannya juga ada luka memar yang mengaduk-ngaduk emosi David. David sudah menghubungi Avian dan Avian segera terbang dari Surabaya ke Jakarta. Pantas perasaan David saat tiba di rumah mulai tidak enak, akhirnya dia memutuskan menelpon Anna. Tapi beberapa saat kemudian yang terdengar hanya suara pukulan. Di tengah kepanikan David segera memacu mobilnya dengan Raski yang segera menelepon polisi.

David meraih tangan kiri Anna yang masih dihiasi gelang pemberiannya, saat pintu terbuka Lexi, Jimmy dan Rendy masuk.

”Bagaimana keadaannya?’ tanya Lexi yang nampak merasa bersalah.

”Dia terluka dan agak memar..”. Rendy menepuk pundak David perlahan.

”Anna..cepatlah bangun..kami semua khawatir..” panggil Jimmi. Rendy menjawab panggilan ponselnya di luar kamar.

”Aku minta maaf..karena ulah Bian, dia jadi seperti ini..” kata Lexi.

”Manajer bilang, Anna menjemput Bian di pub karena Bian meneleponnya agar Anna datang, pelayan pub itu bilang Bian mabuk berat dan Anna mengantarkannya pulang dengan mobil..” terang Rendy. Lexi tahu David amat marah, pada Bian dan mungkin pada mereka bertiga.

”Karena dia menelpon Anna, dia jadi seperti ini..” gumam David kesal. Anna mulai membuka mata dan menemukan empat orang pria ada di sekitarnya.

”Anna..” panggil David yang segera menekan tombol merah di kepala ranjang untuk memanggil perawat, beberapa menit kemudian perawat datang dan meminta mereka semua keluar.

Bian masih terbaring di kamar sebelah, Jimmy dan Rendy sedang melihat keadaannya. Lexi dan David menunggu di luar. David tahu Lexi marah pada Bian, itu sebabnya dia tidak melihat keadaannya. David sempat berfikir kalau Bian bangun, dia akan memukulnya keras-keras.

”David, bagaimana keadaan Anna?” tanya Avian yang baru datang.

”Dia sudah sadar, dokter dan perawat sedang memeriksanya..maafkan aku..” kata David dengan kepala tertunduk. Avian hanya menepuk lengan David pelan.

”Atas nama Bian aku minta maaf hal ini terjadi padanya..” imbuh Lexi.

”Kita tidak tahu kapan musibah akan terjadi..” balas Avian.

”Apa orangtua kalian akan datang?’ tanya David.

”Ya, mereka bilang besok pagi tiba di sini..” jawab Avian.


David semalaman di rumah sakit dan meminta Raski untuk membatalkan jadwal kerjanya untuk seminggu ini. Avianpun ikut menunggui Anna, hanya saja dia menunggu di luar kamar sambil sesekali berbicara di telepon, dia pengacara dan pasti dia sedang ikut membantu pencarian pelaku.

”Aku sudah tidak peduli apa kau gadis yang aku cari atau bukan, tapi aku menyayangimu, kau dengar itu?Aku menyayangimu..”.

David duduk di sofa di samping ranjang Anna. Anna sudah tertidur lagi. David tidak bisa memejamkan mata melihat keadaan Anna, beberapa jam yang lalu dia masih bersamanya, makan bersama dan mengobrol, tapi sekarang Anna terbaring dengan selang infus, perban dan luka. David beranjak keluar setelah memastikan selimut membuat Anna merasa hangat.

”Dia adik tiriku..” kata Avian saat David duduk di sampingnya.

”Aku menyayanginya lebih dari sekedar adikku..” lanjut Avian.

”Dia sudah bercerita..’ ujar David.

”Terima kasih sudah membawanya ke sini..” kata Avian lagi. David tidak menjawab, hanya tersenyum kecil.

ÿÿÿ

Lexi dan Val yang memang baru tiba di Jakarta setelah dua hari mendadak ke New York mendapati David sedang berbicara dengan orangtua Anna di depan kamar rawat Anna. David sesekali menunduk saat bicara dengan ayah Anna.

”Mereka baru tiba dari Singapura.” kata Lexi.

”Lalu apa si bengal itu sudah sadar?” tanya Val.

”Badanku sakit..” gumam Anna saat orangtuanya, Avian dan David berada di kamarnya. Ibunya terus mengelus tangan Anna.

”Dokter sudah memberimu obat, kau akan sehat kembali..” kata Ibunya. David baru pertama kali melihat Ibunya Anna yang memiliki darah Jepang, pantas matanya mirip dengan Avian, meski mereka tidak terlalu mirip dengan orang Jepang. David masih ingat wajah Haris, ayah Anna yang sedikit lebih tua dibanding saat mereka bertemu di Central Park. Sekarang David yakin, Anna adalah gadis kecil yang dulu dia temui di Central Park, hanya saja, David tidak membahas masalah itu saat ini.

”Maaf membuatmu repot..” kata Ibunya Anna pada David.

”Tidak perlu begitu..” balas David.


Esoknya David menemani Anna jalan-jalan di koridor rumah sakit dengan kursi roda. Anna sudah terlihat lebih baik dari kemarin.

”Aku takut sekali saat melihat orang-orang itu menghampiri mobilKu..” kata Anna. David berjongkok di hadapan Anna mendengarkan ceritanya.

”Aku jadi tidak mendengar suaramu beberapa saat di telepon, aku mulai panik..’ imbuh David.

”Tapi akhirnya kau datang, aku melihatmu di ambulance malam itu..” kata Anna pelan.

”Tentu saja, kau membuatku takut..” balas David.

”Kau tidak ada acara?” tanya Anna yang memang dua hari ini David selalu ada di rumah sakit.

”Tentu saja ada,..menemanimu di rumah sakit, itu acaraku..” jawab David, orangtua Anna menghampiri mereka, David menganggukkan kepala pada mereka.

”Aku ada urusan sebentar di kantor, tidak akan lama, lalu aku akan ke sini lagi...” ujar David sembari pamit pada orangtua Anna. Anna masih menatap punggung David sampai dia berbelok di sudut koridor.

”Melihatnya aku jadi teringat anak laki-laki yang dulu..” gumam Haris. Anna mendongak ke arah ayahnya.

”Anak laki-laki?” tanya Anna bingung.


Avian, Doni dan David sedang bicara di depan para wartawan yang sudah menunggu mereka di kantor manajemen untuk memberikan keterangan perihal kejadian yang menimpa Bian dan Anna kemarin malam.

”Polisi masih mengusut kasus pemukulan yang menimpa Bian dan juga Lousianna, jadi tidak banyak yang bisa kami ceritakan pada rekan-rekan sekalian..” kata Doni.

”Bagaimana keadaan Bian saat ini?”

”Dia masih di bawah pengawasan dokter, lukanya cukup serius dan salah satu tulang rusuknya patah dan Bian akan ada di rumah sakit untuk beberapa minggu untuk memulihkan kesehatannya..”jawab Doni.

”Ada kabar yang menyebutkan kalau Bian dan Lousianna berada di pub sebelum kejadian, apa itu benar?” tanya salah seorang wartawan.

”Kalau ada kabar seperti itu, itu memang benar..hanya saja kejadiannya tidak seperti kabar yang beredar,.Kami sudah menanyakan hal ini pada pelayan di pub itu, malam itu Bian memang ada di sana, sendirian. Setelah kira-kira dua jam  dia hendak menelepon Anna tapi karena sudah mabuk dia tertidur hingga pelayan pub yang bicara dengan Anna melalui ponsel Bian meminta Anna untuk datang karena Bian sudah sangat mabuk..Jadi akhirnya Anna mengantar Bian sampai di asrama Ivy, dan mereka langsung diserang, begitu cerita sebenarnya..” terang David.

”Sebelumnya David tidak pernah bicara di hadapan wartawan mengenai sesuatu yang bukan masalah pekerjaan..” gerutu Jimmi yang saat itu sedang menonton tayangan wawancara seputar kasus Bian.

”Apa itu berarti Bian dan Lousianna memiliki hubungan khusus?Maksudnya, kenapa malah Lousianna yang ditelepon oleh Bian?”.

”Adikku memang mengenal Bian juga personel Ivy yang lain, jadi kalau Bian menelpon Anna, bukan berarti mereka punya hubungan seperti yang kalian pikirkan” imbuh Avian. Mereka bertiga terus dihujani blits kamera wartawan.

”David, apa itu berarti hubungan pertemanan antara kau dan Bian terganggu karena masalah ini?”.

”Jujur aku marah, kenapa yang ditelepon Bian adalah dia?Aku juga ingin tahu jawabannya. Bahkan aku sempat ingin memukulnya keras-keras, tapi dia melarangku, juga melarangku untuk menemuinya sebelum kepalaku benar-benar sudah dingin. Dia gadis yang baik, dia pergi ke pub untuk mengantarkan Bian pulang adalah bukti kalau dia peduli, jadi tolong jangan menyampaikan berita yang tidak-tidak mengenai dia atau Bian, mereka adalah korban, dan masalah aku dan Bian, aku juga berharap hubungan kami akan baik-baik saja..” papar David.

”Apa kasus pemukulan ini terjadi karena ulah Bian?Kita semua tahu kalau dia agak punya sejarah berbeda di antara personel Ivy yang lain, bisa saja ada orang yang dendam padanya..”

”Kami masih bekerja sama dengan polisi bahkan Avian, kakak Anna bersedia untuk menjadi kuasa hukum Bian dan Anna selama kasus ini berjalan, ok..terima kasih ..” kata Doni menutup pembicaraan dan segera beranjak bersama dengan Avian dan David. Wartawan masih berkerumun saat David, Avian dan Doni naik ke lantai dua.

”Kabarnya ayah gadis itu head marketing Empire di Singapura, sepertinya dia bukan gadis dari keluarga biasa..” kata seorang wartawan.

”Laki-laki bernama Avianpun yang aku tahu, pengacara dari Lian & Partners, dia juga mengenal band terkenal juga punya hubungan khusus dengan penyanyi seperti David, aku kira kasus ini menarik..” imbuh wartawan yang lain.

ÿÿÿ

”Mengerikan sekali kalau dia benar-benar akan memukulmu..” kata Rendy yang saat itu sedang menemani Bian yang sudah sadar dari pengaruh obat bius.

”Apa polisi sudah mendapatkan mereka?’ tanya Bian. Rendy mematikan televisi dan duduk menghadap Bian.

”Polisi melacak plat mobilnya tapi mobil itu mobil curian, polisi sedang menelusuri jejak mobil yang ditinggalkan di pinggir jalan menuju tol..” terang Rendy.

”Sial!Mereka membuatku seperti ini, bagaimana keadaan Anna?Malam itu aku melihat dia didorong keras-keras oleh salah seorang dari mereka..” ujar Bian.

”dia mendapat tiga jahitan di kening, hari ini dia terlihat cukup baik..kau bermaksud meneleponnya untuk membawamu pulang?” tanya Rendy.  Bian merubah posisi duduknya.

”Pikiranku kacau, aku hanya ingat ingin menelponnya untuk bertemu dengannya dan tidak ingat lagi..” kata Bian.

”Sebenarnya apa alasanmu meneleponnya di saat seperti itu?” desak Rendy.


”Ayah tidak tahu benar atau tidak, tapi dia mirip anak laki-laki yang dulu menyapamu di Central Park, mungkin kau tidak ingat, saat itu kau tujuh tahun..Ibumu mengalami kecelakaan kecil saat membelikanmu hot dog di dekat pintu taman, aku panik mengingatmu sendirian, tapi saat aku datang kau sedang bersama anak laki-laki, Indonesia, aku lega sekali..tapi bisa saja anak itu bukan dia..” papar ayahnya saat Anna bertanya tentang apa yang dipikirkan ayahnya tentang David.

Apa kau tinggal di luar negeri waktu kecil?

”Jadi itukah sebabnya dia bertanya padaku seperti itu, juga tentang pita...” gumam Anna seraya menatap gelang ditangannya.

”Aku mau lihat keadaannya..” kata Bian seraya mencoba bangun dari tempat tidur tapi dia mengerang sakit. Rendy membantunya kembali berbaring.

”Tulung rusukmu ada yang patah, lagipula David mungkin akan membunuhmu kalau kau berani mendekatinya lagi..” terang Rendy.

”Siapa yang berani melakukan ini padaku..” omel Bian.

Anna memutuskan untuk pulang setelah tiga hari di rumah sakit. Orangtuanya memintanya untuk tinggal di rumah. David mengantarnya pulang setelah berpamitan pada Lexi, Rendy dan Jimmi yang sedang menemani Bian, hanya saja Anna tidak membiarkan David masuk ke kamar Bian. Bian mengenggam tangan Anna mengucapkan maaf juga terima kasih karena mau datang untuknya.

”Bagaimana keadaannya?” tanya David.

”Dia kesulitan untuk duduk..” jawab Anna.  Keduanya kemudian saling diam sibuk dengan pikiran masing-masing.

”Apa tidak ada hal lain yang mau kau tanyakan padaku?” tanya Anna penuh harap. David sedikit menoleh kemudian kembali menatap jalan.

”Kau berkata begitu seolah kau tahu pertanyaan yang ingin aku tanyakan..” imbuh David.

”ya..tapi aku ingin kau bertanya lebih dulu..”

”Bukan pertanyaan tapi pernyataan..kau benar-benar gadis yang ingin kutemui setelah dua belas tahun..” jawab David seraya memarkir mobilnya di depan rumah keluarga Anna.

”Dengan petunjuk pita?” tanya Anna seraya menunjukkan gelangnya pada David.

”Sekarang kau tahu kenapa aku memintamu untuk jadi pacarku, dan ingat, kau belum memberikan jawabannya padaku!” ujar David. Anna tersenyum geli.

”Kau bilang waktu itu kau rindu padaku..tapi aku tidak..tapi setelahnya aku terkesan padamu..” kata Anna asal.

”Apa itu artinya ya?” tanya David. Anna mengangguk dengan tampang lucu. David tersenyum lalu memeluk gadis kecil yang sangat ingin ditemuinya lagi. Anna merasa nyaman berada dalam pelukan David.

ÿÿÿ

”Dia Barney, bandar narkoba yang sedang dicari polisi karena kasus penyelundupan narkoba di bandara, dia menyuruh tiga orang anak buahnya untuk menghabisi Bian dengan mengikuti Bian sejak di pub..” terang Doni yang baru saja mendapat informasi dari polisi.

”Sudah kuduga dia, aku sempat berurusan dengannya setahun lalu..” imbuh Bian yang sudah kembali ke rumah.

”Kau lebih banyak berurusan dengan orang jahat..” ujar Jimmi.

”Lalu tiga orang itu sudah ditangkap?” tanya Lexi.

”Sudah, berkat ciri-ciri yang diberikan Anna pada polisi, mereka ditemukan di salah satu klub malam di Bandung dan polisi mendapatkan nama Barney yang kabarnya melarikan diri ke Batam..” jawab Doni.

”Dia harus tertangkap..” gumam Bian.

”Avian meminta bantuan rekannya di sana untuk membantu melacaknya..” tambah Doni.

”Semoga dia ditemukan..” kata Rendy.

”Ngomong-ngomong dimana Anna dan David?Aku ingin mengajak mereka makan malam..” kata Lexi saat menghubungi Anna.

”Mereka liburan ke Wellington, ku fikir kalian tahu..” jawab Doni.

”Argh, liburan!!Aku juga ingin liburan!Manajer, apa kita bisa menyusul mereka?” tanya Jimmi antusias.

”Jangan bercanda, kesehatan Bian sudah pulih, banyak acara yang mesti kalian datangi aku sudah mengaturnya..” tolak Doni membuat Jimmi mengerang dan diberi samangat oleh Rendy.

”Ku harap mereka membawakanku Manuka Honey atau Meribo wool..” gumam Lexi.

”Bian, tadi aku ke kamarmu, tapi rasanya ada yang berubah, kau mendekorasi ulang kamarmu ya?” tanya Jimmi agak heran. Lexi dan Rendy menatap Bian bersamaan, gaya Bian setelah kembali rumah sakit pun berbeda, gaya rambutnya, bajunya. Bian tahu dirinya sedang diperhatikan, Bian lalu berdeham.

”Dia baru saja menghancurkan koleksi minuman kerasnya di kamar dan memintaku mengecat ulang dindingnya dengan warna cerah,.” jawab Doni tenang. Jimmi menghampiri Bian dan menatapnya dari dekat.

”Sepertinya setelah dipukul, otakmu agar lurus ya?” tanya Jimmi. Lexi dan Rendy menggeleng-gelengkan kepala bersamaan dan meninggalkan mereka menuju beranda.

”Sayang sekali dia tidak tahu Bian sudah berubah..” keluh Lexi.

”Tapi Bian bilang kesempatan selalu masih ada, entahlah..” imbuh Rendy.

”Aku tidak yakin..tapi aku tidak akan kaget kalau tiba-tiba Bian mengajaknya kencan ke taman bermain dibanding klub malam..” tambah Lexi. Rendy tertawa pelan mendengarnya.

”Sebenarnya apa maksudmu meneleponnya?” tanya Rendy pada Bian yang sedang berbaring di ranjang rumah sakit.
”Aku fikir sudah saatnya aku menghentikan kegilaan hidupku..”ujar Bian pelan.

”Dengan mabuk-mabukkan lagi?” ledek Rendy. Bian mendengus mendengar sindiran Rendy.

”Itu karena aku kesal dia jalan dengan David, makanya aku meneleponnya untuk bertanya langsung apa benar gosip yang sedang beredar itu?”.

”Tapi kau malah pingsan..” gumam Rendy.

”Karena sepertinya aku menyukainya, dia pernah bilang, dia mengagumiku, tapi tidak saat keadaanku kacau, ku fikir mungkin aku harus berubah...aku..aku menyukai zona bahayanya Lexi..”papar Bian.

ÿÿÿ

Anna mengenakan anting saat ponselnya berdering dan nama David muncul di layar ponsel.

”Hai!Aku baru akan berangkat..” sapa Anna riang.

”Maaf aku tidak bisa menemanimu ke pesta ulang tahun temanmu..” kata David.

”Lanjutkan saja acaramu bersama produser, aku akan baik-baik saja..” jawab Anna. David memang sedang menghadiri acara bersama produser untuk merayakan ulang tahun Rex Management di sebuah restoran.

”Baiklah, jaga dirimu!” ujar David.

Anna menyendiri di sebuah sofa di dalam salah satu klub malam di Le Meredian Hotel. Anna memang tidak terlalu suka datang ke tempat seperti ini, tapi karena dia telah diundang jadi dia berusaha datang. Sementara teman-teman kuliahnya asyik ber-dance floor bersama, Anna hanya dapat memperhatikan mereka dengan ditemani sebotol air mineral.

”Aku fikir setelah pacaran sama artis kamu tidak akan kaku lagi..” kata Sandra, temannya yang berulang tahun.

”Aku memang belum pernah datang ke tempat seperti ini..” jawab Anna. Sandra kembali meneguk cocktail miliknya.

”Mending gabung ngedance, yuk!” ajak Sandra sembari menarik tangan Anna.

”Aku mau ke toilet dulu..” tolak Anna yang segera berjalan menuju toilet. Sandra tidak terlalu memusingkah sikap Anna dan segera kembali bergabung dengan teman-temannya tanpa mengetahui seseorang mendekati sofa tempat Anna duduk.

Anna kembali meneguk air mineral botol dari atas meja. Dan melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul sepuluh malam.

Bian membaca sebuah pesan di ponselnya saat seluruh artis dan manajemen  masih menikmati hidangan. David sibuk mengobrol dengan Lexi yang malam itu ditemani oleh Val. Bian melirik teman-temannya yang masih mengobrol kemudian keluar dari ruangan yang dibooking oleh bosnya.

”Apa maksudmu mengirim pesan itu?” tanya Bian pada seseorang lewat telepon saat dirinya menyetir keluar restoran.

”Kita kan teman lama, aku hanya ingin membantumu..” jawab seseorang.

”Aku tidak minum lagi..” ujar Bian. Orang itu tertawa mendengar pengakuan Bian.

”Bukan soal itu, cepatlah datang, kau akan tahu nanti, aku yakin kau tidak bisa menolaknya..”kata orang itu lagi membuat Bian penasaran.

David melirik jam tangannya, pukul sepuluh lewat dan Anna belum menelepon dirinya. David tidak enak jika meninggalkan pesta begitu saja.

Bian berhenti di depan kamar nomor 2417, setelah meyakinkan dirinya, dia memutar kenop pintu dan masuk ke dalam kamar dan berhenti di ruang tamu kamar itu. Sebuah suitroom.

”Sudah kuduga kau akan datang!” sapa seorang pria seusia dengannya.

”Apa yang sedang kau rencanakan?” tanya Bian dengan tatapan mengintimidasi.

”Tidak ada rencana, berhubung aku ada urusan, kau ku tinggal disini!” ujar orang itu seraya mengedipkan mata kirinya dan menepuk bahu Bian kemudian keluar kamar.

”Hei, tunggu dulu!Hei!” panggil Bian.
Otak Bian dipaksa untuk berfikir tentang situasi ini. Bian melihat pintu kamar dan mendorong daun pintunya. Ada seorang gadis tertidur di tempat tidur. Bian mendekati tempat tidur dan mendapati Anna tertidur pulas.

”Anna..”. Bian mengerti maksud Roy memintanya untuk datang. Bian mengusap kepalanya sendiri dan sibuk berfikir tentang bagaimana cara Roy membawa Anna ke sini. Bian memperhatikan Anna, pakaiannya seperti habis dari pesta bahkan masih mengenakan sepatu. Bian tidak bisa memalingkan pandangannya. Anna cantik, naluri laki-lakinya tidak bisa menolak keadaan ini. Tiba-tiba terdengar dering ponsel. Bian membuka clutch Anna yang terletak di meja lampu dan melihat ponsel Anna. David menelepon. Saat itu Bian merasa dirinya dijebak. Tanpa menjawab panggilan David, Bian melempar ponsel itu ke tempat tidur dan segera keluar dari kamar.

Jantung David mulai berdetak cepat saat Anna tidak kunjung menjawab ponselnya. David kembali menghubungi nomor Anna.

”Hei, dimana Bian?” tanya Jimmi yang tak menemukan Bian saat mereka akan bersiap keluar restoran.

”Mungkin ke toilet..” pikir Doni.

”Aku akan ke Le Meredien melihat Anna!” kata David pada Rezki dan tanpa pamit,dia setengah berlari keluar ruangan.

”Apa yang terjadi?” tanya Val pada Rezki.

:”Sepertinya Anna tidak menjawab teleponnya dan David mulai panik, maaf aku harus menyusulnya juga, permisi!” jawab Rezki.

”Bagaimana mungkin kau tidak memperhatikan dia?” tanya David dengan nada marah pada Sandra yang saat dia datang, gadis itu akan bersiap pulang setelah mabuk.

”Dia terus menyendiri di sana, jadi mana aku tahu..” racau Sandra yang dipegangi oleh dua temannya seraya menunjuk sofa tempat Anna duduk. David berjalan menuju sofa dan menemukan  sebotol air mineral di tengah gelas-gelas berbau alkhohol.

David yakin Anna masih ada di Le Meredien karena dia menemukan mobilnya terparkir di depan hotel. David keluar dari pub dan bertanya pada penjaga pub yang mengaku tidak melihat Anna. Saat itulah Rezki berlari ke arah David.

”Dia belum ditemukan?” tanya Rezki.

”Tidak ada yang melihatnya lagi setelah menyendiri di dalam pub..” jawab David dengan kesal.

”Tapi aku melihat mobilnya masih terparkir di depan..” kata Rezki.

”Ya,,dia masih di sini tapi entah dimana, aku mulai takut..” jawab David.

”Maaf, kalian mencari seseorang?” tanya seseorang yang baru keluar dari lift.

”Ya, pacarku hilang!” jawab David sekenanya.

”Seperti apa dia?” tanya orang itu membuat David mendengus.

”Aku tidak tahu dia pakai baju warna apa, tapi dia lumayan tinggi, kuning langsat, rambutnya sepunggung dan mengenakan gelang pita warna pink, kau melihat gadis seperti itu?” tanya Rezki membuat orang itu berpikir.

”Rasanya aku melihat gadis seperti itu dibawa oleh seorang pria, sepertinya gadis itu tidak sadarkan diri, mungkin mabuk..” jawab orang itu.

”Dimana kau melihatnya?” tanya David.

”Di depan kamar 2417..”

David segera berlari ke arah lift dan Rezki mengucapkan terima kasih pada orang itu.

”Dia tidak mungkin mabuk..” pikir David.

”Kita akan tahu nanti, tenanglah..” kata Rezki. Mereka mendapati pintu kamar tidak terkunci membuat David menghambur masuk dan menemukan Anna di dalam kamar.

”Anna!” panggil David membuat Rezki masuk ke dalam kamar. Anna masih tidak sadarkan diri.

”Siapa yang melakukan ini?” tanya David geram.

”Aku akan cari tahu, kau bawa dia pulang!” kata Rezki.

ÿÿÿ
David tidak mencium bau alkhohol dari tubuh Anna, pikiran David tertuju pada botol air mineral yang diminum Anna di pub, mungkin ada orang yang memasukkan obat tidur ke dalam botol itu.

David memarkir mobilnya di depan gedung apartemen Anna dan menunggu sampai Anna sadar. Ponselnya berdering, Rezki.

”Pihak hotel tidak bersedia memberi tahu nama orang yang memesan kamar itu, tapi ada yag melihat seseorang keluar dari kamar itu..”

”Siapa dia?” tanya David agak keras.

”Bian..”

Darah David hampir mendidih, ada orang yang membuatnya pngsan dengan semacam obat dan menyembunyikannya di salah satu kamar hotel saat David tidak bisa menemani Anna. David menciumkan semacam balsem ke hidung Anna sambil menghubungi Bian tapi tidak ada nada sambung. Anna bereaksi dan mulai membuka mata. David memeluk Anna yang terlihat bingung.

”Kenapa aku disini?” tanya Anna sembari memegangi kepalanya yang terasa pusing.

”Tidak apa, aku sudah disini..” kata David menenngkan Anna.

”Aku di pub dan seorang pria menghampiriku saat aku memutuskan pulang karena kepalaku mulai pusing..” cerita Anna. David mengepalkan tangannya karena Anna hampir ditiduri atau apalah namanya dengan seseorang yang ternyata Bian.

”Aku antar ke apartemenmu..”

David sudah berpesan pada Rezki agar sebisa mungkin masalah ini tidak tercium wartawan. David berderap masuk ke rumah personil Ivy dan menemukan Jimmy dan Rendy di ruang tengah.

”Hei ada apa?” tanya Rendy yang bingung melihat sikap David.

”Mana Bian?” tanya David marah.

”Dia baru saja pulang entah darimana, di kamar” jawab Jimmy yang ikut bingung. Tapi kemudian menyusul David yang setengah berlari ke lantai dua diikuti Rendy.
David memukul rahang Bian saat Bian membuka pintu kamar, Bian langsung tersungkur.

”Kau ingin aku bunuh ya?” tanya David geram.

”Apa yang kau lakukan pada Anna?” tanya David lagi. Bian mencoba bangkit dan David mencengkram kerah kemeja Bian.

”Aku tidak melakukan apa-apa sungguh!” jawab Bian. Jimmy segera melepaskan cengkraman David dan memisahkan mereka.

”Tidak?Kau membuatnya pingsan dan berniat menyakitinya di kamar hotel kan, jawab aku!” paksa David.

”Apa yang sebenarnya terjadi?”tanya Rendy. David tidak bisa memukul Bian lagi karena Rendy  memegangi tubuhnya.

”Bukan aku, aku dijebak!” jawab Bian.

”Kau fikir aku akan percaya?” kata David sangat marah. Rezki muncul dan menjauhkan David dari Bian.

”Itu benar!Aku datang dan Anna sudah ada di sana, aku dijebak!”teriak Bian yang tidak terima David menuduhnya.

”Tapi ada orang yang melihatmu keluar kamar!” lanjut David.

”Tapi bukan aku, bahkan aku tidak menyentuhnya!” tegas David.

”Jangan seperti ini!” kata Rezki pada David.

”Mana mungkin aku membiarkan orang ini!”

”Roy yang melakukannya..” jawab Bian. Bian menunjukkan sms dari Roy pada David.

”Aku hanya datang setelah menerima pesan, tidak tahu kalau ada Anna di sana, aku tadi mencoba menemuinya di rumahnya tapi tidak ada siapapun, aku dijebak” terang Bian.

”Apa-apaan ini?’ tanya Lexi yang baru datang setelah ditelepon Rezki bersama Val.
”Aku akan menghubungi kenalanku di Meredien untuk mencari tahu nama pemesan kamar itu..” kata Val.

”Aku tidak akan melepaskanmu..” kata David memperingatkan Bian.

”Hei, kau mau kemana?” tanya Lexi pada David.

”Anna sendirian di apartemen..” jawab David. Avian sedang di New York dan David belum memberitahunya.
ÿÿÿ

”Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Anna saat David datang tengah malam. David menarik Anna ke pelukannya dan menenangkannya.

”Sebaiknya kau istirahat..aku di sini..” kata David.

”Aku tidak bisa tidur karena bingung, apa yang terjadi?” tanya Anna bersikeras.

”Akupun sedang mencari tahu..” jawab David yang mengajak Anna ke kamar.

”Tapi aku merasa takut..” kata Anna lagi. David bingung apa yang mesti dia ceritakan pada Anna, memang yang terpenting Anna tidak apa-apa,tapi David marah karena ada yang berniat tidak baik pada gadis ini. David menarik sofa ke samping tempat tidur Anna.

”Aku duduk disini, dan kau harus tidur, kau mengerti?” tanya David. Anna menatapnya ragu tapi kemudian mengangguk perlahan.

Pagi harinya David membuka mata  dan tidak menemukan Anna di tempat tidur, dirinya mulai panik dan bergegas keluar kamar.

”Sudah bangun?Aku buatkan sarapan..” sapa Anna yang sedang menaruh pancake di dua piring putih. David lega melihat Anna tidak apa-apa. Setelah mandi, David bergabung dengan Anna di pantry. Beruntung ada pakaian Avian tersimpan di lemari Anna, jadi David bisa meminjamnya.

”Tidurku nyenyak, mungkin karena kau menjagaku..” kata Anna. David memeluk Anna dari belakang, bersyukur karena tidak terjadi sesuatu yang membahayakan.

”Hei, kenapa seperti ini?’ tanya Anna.

”Aku tidak ingin ada yang berniat menyakitimu..” gumam David. Ponsel David berdering, baru saat itu dia melepaskan pelukannya.

”Ya..”

”Aku baru mendapatlan informasi, tapi nama pemesan itu...Bian..” kata Val.

”Apa?” tanya David kaget.

”Tapi kurasa Bian memang dijebak, waktu pemesanan kamar bersamaan dengan keluarnya Bian dari restoran, ku fikir ada yang mengatasnamakan Bian..” terang Val.

”Aku kesana nanti, terima kasih!” kata David.

”Siapa?” tanya Anna.

”Aku di kamar hotel?” tanya Anna tidak percaya saat David menceritakan apa yang terjadi semalam.

”Mungkin air mineralmu dimasukkan obat bius, itu membuatmu tidak sadar..” Anna menatap David dengan seribu pertanyaan terpancar di wajahnya.

Bian menemui Anna di apartemennya setelah beberapa jam menunggu Anna yang tak juga membuka pintu. Karena Anna tidak ingin ada keributan, Anna menyuruh Bian masuk.

”Aku minta maaf..” kata Bian pelan. Anna berdiri di samping bufet coklat dengan melipat kedua tangannya.

”Kau tahu aku dijebak, dia orang yang pernah berurusan denganku dulu, dia hanya ingin aku hancur, kau harus percaya..”terang Bian meski Anna sudah mendengar keterangan itu dari Rezki.

”Bukan aku tidak percaya, tapi aku masih takut..” balas Bian.

”Aku sama sekali tidak punya niat jahat padamu, sungguh..kau,..” Bian menggantung ucapannya membuat Anna menatapnya tapi Bian menunduk.
”Kau sudah seperti adikku, maaf, aku minta maaf...”

ÿÿÿ

Anna terus menggamit lengan David menyusuri jalan setapak di Botanic Garden. Saat Anna liburan semester, mereka memutuskan untuk berlibur ke Wellington, ibu kota New Zeland di Australia. Setelah menempuh penerbangan Jakarta- Denpasar- Auckland dengan Pacific Blue Airlines mereka tiba di Wellington pukul sepuluh tujuh malam dan segera ke hotel. Baru besoknya mereka jalan-jalan menikmati keindahan Wellington.

Anna melilitkan syal tipis ke lehernya karena udara di Wellington agak dingin dan anginnya kencang.

”Lalu dimana kalau ingin membeli oleh-oleh?” tanya Anna agak bingung. David membaca tour guide book yang sempat dia beli di bandara.

“Sepertinya di Lambton Quay, itu pusat bisnis dan perbelanjaan di Wellington.tapi kalau mau belanja nanti saja saat mau pulang..” kata David.

“Baiklah..sekarang kita mau kemana?” tanya Anna lagi.

Mereka tiba di Waterfront setelah puas mengunjungi Botanic Garden. Waterfront adalah daerah pinggir pantai yang dikhususkan untuk pejalan kaki. David membeli makanan burung dan mereka bersantai sambil memberikan makanan pada burung-burung yang ada di sana. Banyak wisatawan yang santai sambil membaca buku, duduk-duduk di kursi yang tersedia  dan suasana cukup ramai di sana. David mengarahkan kameranya kea rah Anna yang dikelilingi burung-burung.

“Kau punya banyak obyek yang bisa kau foto, kenapa aku yang terus kau foto?” omel Anna sembari berlari kea rah David dan David menghindari Anna dengan berlari kecil di antara para wisatawan.

“Aku lebih senang memori kameraku penuh olehmu!!” teriak David.


”Ya, aku masih tidak percaya akhirnya aku bertemu denganmu lagi setelah dua belas tahun..Bisakah kau terus berdiri di tempat yang terlihat olehku?Selamanya?”

ÿÿÿ

Bian terus mencoba menelpon Anna yang masih berada di Wellington, tapi tidak ada nada sambung. Dia kesal sendiri dengan membuang ponselnya ke sofa.

”Mereka liburan, bukan bulan madu, kenapa harus mematikan ponsel!!” omel Bian.

”Sebenarnya aku senang dia berubah, tapi kalau jadinya malah menganggu aku sangsi..” keluh Lexi pada Rendy yang berdiri di sampingnya.

”Hei apa maksud kalian Bian menyukai Anna?” tanya Jimmi agak bingung. Lexi dan Rendy menatap Jimmi malas.

”Apa yang mereka lakukan di sana?” tanya Bian pada dirinya sendiri agak khawatir.

”Mereka bukan orang sepertimu..” sambar Rendy. Bian mendengus mendengar kata-kata Rendy.

”Apa pun bisa terjadi, kan?” tuduh Bian tak mau kalah.

”Kau ini...pokoknya apapun takdir Tuhan nantinya, aku tidak mau melihatmu menikah dengannya!Cari gadis yang lain saja sana!” omel Lexi.

”Kenapa setelah aku berubahpun, Tuhan tidak berpihak padaku?” gumam Bian bingung.

ÿÿÿ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Matahari dan Bulan

  Jakarta, 18 November 2023 ''Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya". QS : Yasin ayat 40 Aku tidak terlalu suka cuaca panas, aku melirik ponsel, tertera suhu saat ini 33 derajat celcius. Aku memilih nongkrong di Sedjuk Bakmi dan Kopi, salah satu coffee shop di daerah Kemang. Waktu masih pukul 11.00 Wib saat aku tiba di tempat agak tersembunyi di daerah Kemang Utara ini. Rencananya aku akan bertemu Mr. T hari ini.  Setelah memesan kopi dan camilan, aku mulai membuka laptop, berencana kembali melakukan hal yang aku suka, yaitu blogging. Ada sesuatu yang telah terjadi di November ini, menjelang hari ulang tahunku, sesuatu yang buruk telah terjadi, itulah yang menyebabkan aku kembali membuka laman blogku untuk menuliskan sesuatu yang aku pikir semua orang harus tahu kenyataannya suatu hari nanti.  Jakarta, 8 Februari 2022 Semua berawal pada kedekatanku dengan salah rekan kerjaku bernam

Magelang, 2023

 

ONE FINE DAY

        Jakarta, 13 Februari 2017          Cuaca : Gerimis         Mood  : Happy           H-1 Valentine's Day Gue kenal Val's Day waktu kelas satu smp. Waktu itu jam sekolah gue siang, di luar sekolah banyak tukangan yang jual bunga kertas warna  merah sama pink yang disemprot pake pengharum ruangan. Kocak banget deh kalo inget, bunga dari kertas krep. Berdasarkan majalah remaja yang gue baca saat itu, Val's Day adalah hari kasih sayang. Dan menurut sumber yang gue baca, banyak banget hal di luar negeri yang katanya menyimpan asal muasal Val's Day. But, faktanya...gue ga percaya hal-hal kayak gitu. Masuk di usia puber, gue melihat temen-temen gue diberi dan memberi hadiah coklat ke orang yang ditaksir. Kalau gue sih mendeskripsikan ini karena coklat rasanya pahit manis, jadinya ya merepresentasikan rasa cinta atau sayang ke seseorang dimana pasti gak bakal selalu berjalan mulus, ngaku...? Tapi kalau gue di masa puber ini melihat bisnis di musim Fe